Tingka laku kriminal
adalah tingkah laku melangar peraturan perundang-undangan yaitu undang-undang
pidana tentang ketidak patuan suatu perbuatan itu, yang telah diundangan oleh
kekuasaan politik dan berlaku bagi seluruh anggota masyarakat dengan disertai
ancaman hukuman yang dilakukan oleh negara, dengan tujuan ketertiban di dalam
masyarakat serta keseimbangan untuk memperoleh keadilan, karena pada dasarnya
sifat hukum itu menikat, memaksa dan mengatur, maka siapa juga melanggar hukum
harus ditindak, jika melihat pada asas kepastian dan kesamaan hak didepan
hukum.
Faktor-Faktor yang
dapat menimbulkan terjadinya tindak pidana pemerkosaan, merupakan prosses
melalui undang-undang pidana dengan melibatkan aparat penyegak hukum yang ada
di distrik Baucau, sala satunya adalah peranaan kepolisian dengan sistim dan
ilmu kepolisian yang di bentuk dari dalam masyarakat untuk kepentingan
masyarakat demi kepentingan hukum, agar dapat mencapai suatu proses peradilan
sebagaimana ada di dalam undang-undang kodigu prosesu penal. Tatanan hukum dari
pada negara Timor-Leste yang diperhadapkan dengan berbagai macam tindak pidana
antara lain, akibat egonya dari berbagai nafsu bagi pengangur putus sekolah dan
usia dewasa yang di tengga masyarakat akibat dari ulah media masa modern
saat-saat ini sebagai suatu alasan untuk menimbulkan suatu akibat hukum yang
dapat di buktikan dalam rumusan delik dengan unsur-unsur melawan hukum dan
perlu ada pertanggung jawabannya.
KATA
KUNCI: Hukum Pidana Kejahatan Pemerkosaan.
MOTTO
Rahasia untuk mengali ilmu pengetahuan adalah
Dengan
mencari dan meneliti fenomena yang terkandung dalam tubuh ilmu.
Kemanusiaan adalah hal yang mulia.
(JASTY)
|
Halaman
persembahan
Karya tulis ini
kupersembahkan kepada:
1.
Kedua orang tua
ku: Ayah Zacarias Castelano dan Ibunda Josefina Castelano yang telah melahirkan
dan membesarkan penyusun.
2.
Istriku /Pendamping
yang setia dan senantiasa memberi dorongan dan motifasi yang baik dalam
menjalankan study ini dalam jangka waktu tertentu dari awal sampai akhir study
ini.
3.
Kepada Anak-anakku
yang tercinta yang selalu memberi peluang pada hari-hari yang singkat.
4.
Kepada Adik-adikku
Dino, nina yang memberikan motifasi dorongan materil dan moril dalam proses
perkuliahan hingga penyusun mengakhiri karya tulis ini selesai.
5.
Rekan-rekan
sebanku study yang member semangat juang kepadaku sampai selesai study ini.
6.
Seluruh teman-teman
yang telah membantu saya dalam proses pengetikan skripsi ini hingga selesai.
7.
Pada keluarga
sanak saudara knua Taubere yang telah membantu dan menantikan keberhasilan
tugas belajarku ini.
8.
Kepada Dosen
fakultas dan seluruh dosen akademik di Universitas ini.
9.
Kepada Bapak
Rektor Universitas dan se instruktural akademik.
10. Kepada Almameter yang tercinta di UNITAL.
11. Dan bagi para pembaca keseluruhan yang budiman.
12. Kepada seluruh aktivitas akademik di universitas
UNITAL di Timor Leste yang tercinta.
KATA
PENGANTAR
Sebagai mahkluk ciptaan Tuhan yang Maha
Esa sudah sepantasnya penyusun memanjatkan puji syukur kehadirat atas segala
rahmatnya dan karunia yang telah dilimpahkan kepada penyusun sehingga penyusun
skripsi ini dapat di selesaikan juga. Penyusun meyakini segala daya upaya
manusia tidak sia-sia belaka Penyusun suatu karya ilmiah seperti ini pada
prinsipnya mengembangkan dua misi pokok yaitu; misi akademik dam misi sosial. Pada
misi akademik penyusun skripsi merupakan tugas akhir yang harus di selesaikan
setiap mahasiswa/i dalam rangka penyelesaian studi di perguruan tinggi, sekaligus
menyandang gelar sarjana. Karya ilmiah yang di hasilkan akan di persembahkan
pada almameter sebagai menara gading bagi kemajuan ilmu dan teknologi.
sedangkan pada misi sosial; suatu karya ilmiah adalah proses mempelajari, mengamati,
meneliti, serta menganalisis gejala-gejala sosial dan fakta dalam masyarakat
dengan teori-teori ilmiah, dalam kaitan ini penyusun mengkorek hala-hal yang
selama ini menjadi sebab akibat ketinggalan masyarakat sekaligus membuka
sakrawala pemikiran yang baru bagi peningkatan peran pemuda dalam peningkatan
sumber daya manusia di RDTL.
Penyusun berkeyakinan pula bahwa secara
procedural metode penyusun telah memenuhi dengan proses ini dari awal sampai akhir,
Bilamana dalam bertanggungjawaban ini di temui kesalahan yang bersifat
substansial dan teknisi hal demikian adalah di luar kemampuan penyusun. Dan
karenanya penyusun membuka pintu bagi usulan dan saran demi meningkat kwalitas
karya ilmiah ini. Penyusun tidak lupa memberikan terima kasih kepada bimbingan
dan bantuan serta dorongan baik secara material maupun spiritual kepada:
a. Bapak
sebagai pembinbing utama yang telah membinbing dalam skripsi ini.
b. Bapak
ketua jurusan yang telah bnyak membantu mendorong dan mengarahkan penyusun dan
sampai terselesainya skripsi ini.
c. Saudara/i
yang banyak membantu dalam proses mengetik skripsi ini sampai selesai.
d. Dan
dari semua pihak yang telah membantu dalam proses penelitian ini sampai pada
tahap penyusunan skripsi. Hal ini penyusun tidak sebut satu persatu dalam
skripsi ini.
Baucau
10/01/2013
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................... i
PERSETUJUAN......................................................................................................... ii
BERITA ACARA...................................................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN.................................................................... iv
ABSTRAK.................................................................................................................. v
HALAMAN MOTTO................................................................................................ vi
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................... vii
KATA PENGANTAR.............................................................................................. viii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ix
LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP........................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN.......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL..................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
1. A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
1. B. Faktor-Faktor Penyebab........................................................................... 11
1. C. Perumusan Masalah.................................................................................. 12
1. D. Tujuan Penelitian...................................................................................... 12
1. E. Mamfaat Penelitian................................................................................... 13
1. F. Batasan Ruang Lingkup............................................................................ 14
1. G. Alasan Pemilihan Judul............................................................................ 14
1. H. Sistematika Penulisan............................................................................... 15
BAB II KERANGKA DASAR TEORI DAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.
A. Kerangka Dasar Teori............................................................................... 17
2.
B. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 18
2.
C. Pengertian Dasar Dalam Hukum Pidana.................................................. 24
2.
D. Pokok-Pokok Hukum Pidana Dalam Perbuatan Pidana.......................... 25
2.
E. Klasifikasi Hukum Pidana Dalam Kejahatan........................................... 26
2.
F. Pengertian Tindak Pidana......................................................................... 27
2.
G. Pengertian Pemerkosaan........................................................................... 28
2.
H. Tugas Ke Polisian..................................................................................... 29
2.
I. Peranan Masyarakat................................................................................... 30
2.
J. Pokok-Pokok Hukum Pidana Dalam Perbuatan Pidana............................ 31
2.
K. Klasifikasi Hukum Pidana Dalam Ilmu Hukum....................................... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Metode Penelitian...................................................................................... 36
3.2.
Pengumpulan Data..................................................................................... 37
3.3.
Interviw (Wawancara) ............................................................................... 38
3.4.
Jenis Data atau Bahan Hukum .................................................................. 38
3.5.
Sumber Data atau Bahan Hukum............................................................... 39
3.6.
Lokasi Penelitian........................................................................................ 39
3.7.
Proses Pengumpulan Data/Bahan Hukum ................................................. 40
3.8.
Proses Pengolahan Data/Bahan Hukum..................................................... 40
3.9.
Teknis dan Analisis Data............................................................................ 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
4.
A. Letak Geografis Sub Distrik Baguia........................................................ 42
4.
B. Luas Wilayah Kecamatan Baguia............................................................. 44
4.
C. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana................................. 44
4.
D. Peranan Kepolisian dan Masyarakat Kecamatan Baguia......................... 52
BAB V PENUTUP
5.1.
Kesimpulan................................................................................................. 56
5.2.
Saran........................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 59
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. N a m a :
Justino Das Neves Castelano
Tempat Lahir : Samalari
Kecamatan Baguia Kabupaten Baucau
Tanggal Lahir : 15 Agustus
1975
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Katholik
II.
Pendidikan:
1. SD Katolik
Samalari berizajah 1988
2. SMP Katolik Sao Jose kecamatan Baguia
Berizajah 1990
3. SMA
Negeri II Vila Nova Kabupaten Baucau Berizajah 1993
4. UNTIM
(Universitas Timor Timur) FKIP (Fakultas
ilmu Pendidikan) Jurusan Sastra Bahasa
Indonesia 1993-1996 (Tidak Selesai)
5. Lanjut
kembali perkuliahan pada tahun 2009 di UNITAL
III. Pengalaman Kerja
1. Setelah
berhenti study pada tahun 1996 atas seleksi pada kanwil DEPDIKBUD (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan) TIMOR-TIMUR menjadi Guru titipan kanwil di SMP
Negeri kecamatan Baguia sampai dengan Referendum 1999.
2. Pada
tahun 1999 November bersama teman-teman membuka sekolah katolik (SMPK) di
kecamatan Baguia.
3. Pada
tahun 2000 di anggkat menjadi pegawai negeri masa UNTAET.
4. Pada
tahun 2005 transfer kembali ke SMP Negeri sebagai pengawasan sementara pada
sekolah public (komunidade) di sebuah suku/desa.
5. Pada
tahun 2006-2007 menjadi wakil kepala sekolah SMP Negeri Lavateri Baguia.
6. Pada
tahun 2011 di angkat sebagai Kepala
Bagian Administarsi (Chfe Departemento)
dari 7 sekolah dasar Sembilan tahun (EBC) sampai sekarang .
DAFTAR SINGKATAN
1. SD = Sekolah Dasar
2. SMP = Sekolah Menengga Pertama
3. SMA = Sekolah Menegah Atas
4. SPP = Sekolah Penyuluhan Pertanian
5. UNITAL = Universitas Oriental Timor Lorosae
6. ASD = Administrador Sub Distrito
7. CDO = Ofisial Dezemvolvimento
Community
8. OGL = Ofisial Governo Lokal
9. SAS = Serviso Agua Samiamento
10. PNTL = Polisi Nasional Timor Leste
11. RDTL = Republica Democratika de Timor
Leste
12. KUHP = Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
13. KPP = Kodigo Proseso Penal
14. EBC = Ensino Basico Central
DAFTAR TABEL
1. Tabel
1 : Kependudukan Kecamatan Baguia................................................ .43
2. Tabel
2 : Struktur Pemerintahan Kecamatan Baguia...................................... 44
3. Tabel
3: Struktur Kepolisian Kecamatan Baguia........................................... 44
4. Tabel
4: Daftar Kasus Tahunan...................................................................... 48
5. Tabel
5: Daftar Kasus Menurut Desa............................................................. 49
6. Tabel
6: Daftar Kasus Menurut Tingkat Pendidikan..................................... 50
7. Tabel
7: Dafar Kasus Pemerkosaan Alawa Atas Dan Alawa Bawah............ 50
8. Tabel
8: Daftar Kasus Pemerkosaan Uacala Dan Defawase.......................... 51
9. Tabel
9: Daftar Kasus Pemerkosaan Lavateri Dan Samalari.......................... 51
10. Tabel
10: Daftar Kasus Pemerkosaan Larisula Dan Afalaoicai...................... 52
11. Tabel
11: Daftar Kasus Pemerkosaan Osso Huna Dan Hae Coni.................. 52
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar
1: Grafik Luas Wilayah Kecamatan
Baguia................... 45
2. Gambar
2: Grafik Tahun Peningkatan Dan Penurunan.................................. 49
BAB
I
PENDAHULUAN
1. A. LATAR BELAKANG MASALAH
Selama
kurang lebih hampir seperempat abat Timor-Leste berada pada pengisapan manusia
oleh manusia pendudukan Pemerintah Negara Republik Indonesia banyak
meninggalkan berbagai sistem yang berdampak pada segala dimensi kehidupan
masyarakat baik dari aspek sosial, politik, ekonomi, dan budaya, termasuk hukum.
Tentu sebagai negara yang baru
merdeka, untuk membangun sebuah negara pasti selalu belajar dari
pengalaman-pengalaman pada yang masa lalu. Untuk itulah Timor-Leste sebagai
negara berdaulat memiliki hukumnya tersendiri untuk mengatur, menertibkan dan
memelihara pergaulan hidup warga negaranya sebagai bangsa yang bermartabat.
Untuk mengatasi jenis macam
kebutuhan hidup, manusia atau individu selalu melalukan dengan berbagai cara
karena suatu desakan hidup semata dan terkadang tanpa mempertimbangkan bagaimana
akibatnya.
Dalam kehidupan secara bermasyarakat
untuk mencegah dan menghindari bertentangan kepentingan individu maupun
masyarakat, maka diberlakukan norma-norma soasial ditengah kehidupan mereka
seperti norma agama, kesusilaan, dan kesopanan, juga norma hukum.
Norma-norma sosial berlaku dalam
masyarakat salah satunya norma hukum, dan norma ini bisa mengikat masyarakat
karena secara umum norma ini merupakan kehendak dan cara pandang dari
masyarakat itu sendiri, sehingga menganggap sebagai suatu aturan untuk mengatur
kehidupan bersama dan mempunyai sanksi yang secara tegas bagi setiap pelaku
pelanggaran.
Dalam praktek bahwa untuk menegakkan
norma hukum tidak mudah segampang kita membalikan telapak tangan, namun sangat
membutuhkan dukungan dari berbagai lapisan masyarakat, selain aparat penegak
hukum, termasuk dukungan masyarakat pada umumnya yang membantu aparat lain
seperti jaksa, pengacara, hakim dalam menegakkan hukum demi tertibnya masyakat
umum.
Tingkah
laku kriminal adalah Tingkah laku melanggar peraturan perundang-undangan yaitu
undang-undang hukum pidana.bagaimana pun juga tingkatan sifat amoralnya,
kesalahan atau ketidak patutan suatu perbuatan itu di larang oleh undang-undang
hukum pidana.
Sebaliknya
Undang-Undang pidana secara konseptual merupakan suatu kesatuan peraturan
mengenai tingkah laku manusia yang telah diundangkan oleh kekuasaan politik dan
berlaku bagi seluruh anggota masyarakat, dengan disertai ancaman hukuman yang
dilakuannya oleh negara. Oleh karena itu sifat khusus yang membedakan kumpulan
kesatuan peraturan tentang tingkah laku manusia itu dari peraturan lainnya
adalah sifat khusus dari suatu system perundang-undangan. Pada umumnya
masyarakat kerapkali memahami hukum sebagai suatu perangkat aturan yang dibuat
oleh Pemerintah dan Parlamen Nasional ataupun dari instansi pemerintah lainnya
berdasarkan pada Pasal 97 Konstitusi Republika Demokratika Timor-Leste 2002, ayat 1[1]
yang mengatakan bahwa wewenang untuk memprakarsai undang-undang dimiliki
oleh anggota parlamen, fraksi-fraksi dalam parlamen dan pemerintah, yang
mengikat warga negaranya dengan mekanisme keberadaan sanksi sebagai pemaksa.
Maka tujuan hukum akan tercapai apabila terjadi keserasian dan kepastian hukum
yang akhirnya menghasilkan suatu keadilan.
Tujuan
hukum adalah tertib masyarakat yang damai dan seimbang. Akan tetapi tertib
hukum belum tentu merupakan hasil dari tertib hukum karena ketertiban tidak
selalu mengandung keadilan karena bisa saja dipaksa oleh suatu kekuatan
(misalnya Pemerintah yang otoriter) yang berkepentingan terhadap suatu keadaan
yang tunduk kepadanya, ketimbang memberikan keadilan kepada masyarakat.
Sehingga dapat ditegaskan bahwa fungsi utama dari hukum adalah untuk menegakkan keadilan, dan
berdasar pada sifatnya hukum yang mengikat, memaksa dan mengatur, maka siapa
juga melanggar hukum harus di tindak, jika kita tengok pada asas kepastian dan
kesamaan hak di muka hukum.
Dengan
demikian, hukum
mempunyai 3 (tiga) peranan utama dalam masyarakat antara lain:
2. Sebagai sarana untuk memperlancar interaksi social.
3. Sebagai sarana untuk menciptakan keadaan
tertentu.
Oleh karena itu berbagai tindak kejahatan sering terjadi
dalam masyarakat seperti pencurian, penipuan, perampokan, pembunuhan, penggpe pemerkosaan atau penyelundupan dan
kejahatan ataupun pelanggaran lainnya. Tindakan kejahatan tersebut terjadi
karena banyak faktor seperti keterpaksaan seseorang melakukan tindak pembunuhan dan pemerkosaan yang disebabkan oleh
faktor ekonomi, faktor lingkungan atau terpengaruhi dengan lingkungan di sekitarnya.
Semua tindakan kejahatan tersebut harus mendapat ganjaran yang setimpal, agar terciptanya
ketertiban, ketenteraman dan rasa keadilan di
masyarakat.
Sebagai suatu sistem, hukum pidana memiliki sifat umum
dari suatu sistem, yaitu menyeluruh, memiliki beberapa elemen,
semua elemen saling terkait (relation)
dan kemudian membentuk struktur, Lawrence W. Freidman sebagaimana yang dikutip oleh Muzakkir, membaginya menjadi 3 (tiga)
elemen yaitu;
1.
Elemen struktura;
2.
Subtansi;dan
3.
Budaya hukum.
Lawrence W. Freidman tentang sistem menambah
satu elemen lagi, yaitu dampak (impact).
Pandangan Lawrence W. Freidman tentang sistem hukum dikelompokan sebagai pandangan yang luas yang memasukan elemen-elemen
lain yang “non-hukum” sebagai elemen hukum[2].
Sedangkan menurut Utrecht
sebagaimana dikutip oleh Muzakkir menganggap bahwa Hukum Pidana mempunyai
kedudukan istimewa yang harus diberi tempat tersendiri diluar kelompok hukum
publik dan hukum privat[3].
Utrecht melihat hukum pidana sebagai suatu hukum sanksi (bijzonder sanctie recht). Hukum pidana melindungi kepentingan yang
diselenggarakan oleh peraturan-peraturan hukum privat maupun peraturan peraturan
hukum publik. Hukum pidana melindungi kedua macam kepentingan tersebut dengan
membuat sanksi istimewa, sanksi lebih keras[4].
Dengan adanya sanksi berupa pidana yang
ditentukan oleh ada dan tidak adanya perbuatan yang tidak dikehendaki
(dilarang). Suatu perbuatan yang tidak dikehendaki (dilarang) oleh masyarakat
dapat diwujudkan dalam bentuk peraturan. Perbuatan yang tidak dikehendaki
adalah berupa perbuatan negatif. Artinya, perbuatan yang tidak dikehendaki
secara tegas dinyatakan dilarang dalam Peraturan Perundang-undangan tertulis.
Pada prinsipnya, semua kecuali yang dilarang, sedangkan perbuatan yang dilarang
tersebut diatur dalam berbagai bentuk peraturan atau norma-norma yang tertulis atau tidak tertulis.
Penentuan sanksi pidana
dalam hukum pidana terkait dengan 4 (empat) aspek antara lain:
a. Penetapan perbuatan dilarang.
b. Penetapan ancaman sanksi pidana terhadap
perbuatan yang dilarang.
c. Penjatuhan pidana pada subjek hokum
d. Pelaksanaan pidana.
Dari keempat aspek
tersebut memiliki hubungan yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya
dan merupakan satu jalinan dalam wadah sistem hukum pidana.
Dengan demikian, sistem hukum pidana dikenal sanksi pidana dan sanksi
tindakan. Sanksi pidana lebih menekankan pada unsur pembalasan atau dapat
dikatakan penderitaan yang sengaja dibebankan kepada si pelanggar. Sedangkan
sanksi tindakan bersumber dari ide dasar perlindungan masyarakat dan pembinaan
atau perawatan si pelanggar.
Berbicara mengenai kriminologi berarti tidak terlepas
dari ulah perbuatan manusia yang tidak sesuai dengan keinginan sosial masyarakat
atas kebijakan sendiri dan di dorong oleh keadaan sosioogis ekonomis sesuai
dengan tuntutan kepribadian dari berbagai hal yang menyangkut kriminal, hal ini
di sebabkan karena bakat atau karakternya adalah jahat, dan ciri-ciri kriminal
yang di lakukan oleh seseorang merupakan sebagai reaksi fenomena sosial yang
selalu terjadi di mana masyarakat itu berada sebab kejahatan bukanlah fenomena
alamiah akan tetapi merupakan fenomena sosial yang historis dari tindakan-tindakan
manusia yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada.
Hal ini berarti bahwa;
kriminologi selalu menunjukan pada perbuatan manusia dan batasan-batasan
perbuatan manusia atau pandangan terhadap masyrakat tentang baik dan buruknya
perbuatan, jadi singkatnya yaitu; kejahatan sebagai masalah manusia.
Dengan demikian
kriminologi merupakan keseluruhan keterangan dan perbuatan manusia yang sebagai
masalah utama yang tidak terlepas dari proses-proses perlakuan setiap hari di
mana manusia itu berada. Kejahatan bukan saja normal melainkan namun kejahatan
merupakan suatu yang di perlukan sebab cirri-cirri perbuatan mnusia yang di
namis dan tidak terpisah dari ulah perbuatan mnusia. misalnya Pembunuhan,
pemerkosaan, pencurian, penganiayaan, korupsi, violence domestik, dan kejahatan-kejatahan
lainya yang bertentangan dengan hukum jadi kejahatan sebagai masalah utama
manusia.
Berdasarkan uraian di
atas di barengi dengan situasi riil di Negara Timor Leste dapat di katakana
bahwa, hampir 75 % kejahatan pembunuhan dan pemerkosaan yang belum di selidiki
dan diproses peradilan di peradilan negara sesuai dengan proses hukum yang
berlaku dari konstitusi RDTL yang ada di Timor Leste, untuk itu proses
peradilan kejahatan kriminal merupakan sala satu faktor penting yang di
perlukan di Negara Timor-Leste, agar dapat menegagkan hukum dan keadilan dan
kebenaran di Timor-Leste yang tercinta ini sesuai dengan tuntutan masyarakat
agar masyarakat bisa hidup dengan adil dan makmur sejahatera di wilayah Timor
Leste yang berada. Sebab di Negara ini banyak hal yang menyakut hukum masih
belum di terapkan sesuai dengan konstitusi RDTL di karenakan banyak kriminal
yang ada tidak di hukum secara prosedur kepengadilan yang ada sehingga tuntutan
ketidak adilan proses hukum masyarakat dapat menjadi pokok perhatian utama
dalam kebijakan pemerintah dalam pengadilan dan kejaksaan tinggi Negara.
Oleh sebab itu
pemberantasan terhadap kriminal oleh pemerintah sanggat di harapkan oleh para
petinggi Negara untuk meningkatkan kwalitas kerja dalam menagani kasus-kasus
kriminal dalam hal penanganan narapidana yang efektif dan efesien baik dari
penanganan tingkat tinggi ke tingkat yang rendah dari kesemuaan kejahatan yang
di proses di pengadilan negeri di Timor- Leste demi kemajuan bangsa dan Negara.
Sebagai Negara baru
perhatian pemerintah tehadap kejahatan di dalam Negara juga sangat besar karena
mnyangkut ketertiban dan estabilitas Negara dari berbagai tantangan hambatan
yang di perhatikan oleh negaran kita sendiri.
Dan relisasi dari
perhatian pemerintah itu dapat dilihat dalam undang-undang dasar Negara
democrasi Timor Leste (RDTL) dalam pasal (31) tentang penerapann
Undang-Undang Hukum Pidana dan pasal (32) batas batas pada
hukum dan tindakan pengamanan dan pasal (34) jaminan dalam proses
persidangan dan sekaligus pasal
(118) tentang pengadilan dan fungsi-fungsinya[5].
Pelaksanaan dari pemerintah dalam proses penangan semua kasus di
pengadilan sesuai konstitusi yang ada maka di lihat dari perbagai realisasi di
lakukan di beberapa bagian yaitu; Defensor public, Hakim, Ministerio Public
Secretariat. Dari beberapa hal ini berfungsi sebagai bagian dari pelaksaan
proses pidana kriminal di pengadilan negeri di Timor- Leste, adapun pengamat-pengamat
yang lain pada pokok kerja sama dalam proses pengadilan para pengamat Asessor
Tribunal recurso yang selalu bekerja sama untuk menyelesaikan suatu kasus di
pengadilan.
Tujuan dari kesemuanyaan ini agar untuk bisa memberikan dan menjalankan
proses pengadilan di Timor- Leste secara baik dan adil sesuai dengan keinginan
dan tuntutan masyarakat yang ada di Negara ini dan mampu berhasil menegakan
hukum Negara ini seperti Negara-Negara di dunia lain .
Kejahatan; merupakan suatu konsep yang sangat luas, secara yuridis
formal kejahatan, merupakan perbuatan manusia yang bertentangan atau melangar
kaidah-kaidah hukum seperti pasal 338 KUHP Indonesia mengatakan bahwa barang
siapa dengan kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh di luar berkawinan
adalah kejahatan manusia dengan ancaman hukuman dua tahun[6]. Sedangkan dari sudut
pandang sosiologi merupakan perbuatan yang anti social yang tidak dihendaki
oleh masyarakat atau merugikan atau perilaku manusia dengan kegiatan kejiwaan
norma-norma pergaulan masyarakat.
Bentuknkejahatan terbagi atas beberapa hal
yaitu;
1.
Kejahatan terhadap tubuh.
a.
Kejahatan terhadap tubuh dengan sengaja.
b.
Kejahatan terhadap tubuh dengan tidak sengaja.
2.
Kejahatan terhadap nyawa.
Merupakan berupa penyerangan terhadap nyawa orang lain yang obyeknya
adalah manusia. Pemerkosaan; merupakan tindaka kekerasan yang di lakukan oleh
seseorang lelaki terhadap wanita dengan hubungan seksual di luar perkawinan
atau dengan paksaan.
Berdasarkan tujuan
di atas maka dapat di katakan lakukan bahwa: keberhasilan penganan dan
pemberantasan kriminal di Timor- Leste ada dua faktor utama yaitu; Faktor
penulis karena dilihat dari factor Motivasi adalah; merupakan salah satu faktor
yang mendorong seseorang untuk mengambil bagian dalam pengambilan tindakan dan
keputusan secara professional dan efisien dari berbagai kasus yang ada di
Timor- Leste, baik di pengadilan negeri Dili, Baucau, Maliana dan Suai, dari
beberapa tempat inilah proses peradilan berlanjut dalam ksus perkara pidana.
Penanganan ini pada dasarnya merupakan suatu proses yang serius dengan kesamaan
penanganan kasus internasional lainya. Pada hakekatnya Motivasi mendorong
keinginan dari dalam diri seseorang yang sesuai dengan undang-undang yang
berlaku sehingga pada akhirnya mengambil keputusan di pengadilan yang berada.
Agar dorongan atau
rangsangan yang timbul di dalam diri seseorang hakim dapat terlaksana dengan
baik, maka perlu adanya kerja sama saling interaksi hubungan komunikasi dari
berbagai pihak lain baik instructor pengadilan dan institusi yang lain agar
bisa menjalankan prosedor persidangan yang sesuai dengan konstitusi. Seprti
intitusi kepolisian agar bisa mengidentifikasi fakta-fakta kejadian dan dalam
bidang keamanan pada siding berlangsung untuk bisa di proses pada pihak pelaku
dan (Supeito e Vitima) criminal.
Komunikasi adalah;
salah satu sarana untuk terlaksananya pemberian informasi baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam penanganan kasus lokasi kejadian. Yakni dalam
kejadian lokasi jauh dari kepolisian mengalamai kesulitan informasi, jika
adanya proses peradilan mengalami kesulitan akan masalah bahasa yang di gunakan
oleh investigasi, maka perlu adanya penyerjemah agar timbale blik antara pelaku
dan vitima akan menjawab sesuai dengan tujuan yang di harapkan.
Berdasarkan hasil
pengamatan penyusun dalam proses penangan kasus di kepolisian Sub-Distrik
Baguia dan proses peradilan di Pengadilan negeri Baucau belum memuaskan atau dapat
di katakana masih rendah. Tingkat pelaksanaan dapat di tinjau dari:
a.
Proses audensi cukup lama karena permasalahan pertumbuk-tumbuk
b.
Staf pengadilan terbatas, sehingga audensi selalu tertunda jika
penagan kasus tidak hadir dalam proses persidangan.
c.
Pelaku kriminal dari berbagai daerah dalam bahasa yang berbeda
sehingga perlu adanya penyerjemah untuk mengidentifikasi masalah sebenarnya.
Dalam upaya proses peradilan faktor komunikasi sangat berpengaruh proses
peradilan karena dengan komunikasi akan membuka jalur penyampaian bahasa antar
yang berwajib karena hal-hal yang bertentangan dengan audensia langsung
memperoleh jawaban dari pengacar dan pasti mengalami kesulitan kesulitan dalam
konteks bahasa.
1. B. FAKTOR-FAKTOR
PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN DI SUB-DISTRIK BAGUIA.
Dengan judul di atas penyusun di
upayakan faktor-faktor yang menjadi peneybab terjadinya tindak pidana
peerkosaan di Sub-Distrik Baguia dapat terungkap, kemudian di tawarkan
alternatif pemecahannya dan di berikan saran-saran sebagai tawaran solusi
kepada pelaku pelanggrana dan masyarakt khelayak umumnya untuk minimalisasi
persoalan lain mungkin timbul.
1. C.
PERUMUSAN
MASALAH.
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut;
“Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kejahatan pemerkosaan”. “Apa
peranan Aparat kepolisian Sub-Distrik Baguia terhadap penanganan kasus
pemerkosaan’’, “Apakah ada pengaruh yang segnifikan antara Motivasi dan
Komunikasi terhadap keberhasilan di pengadilan Negara Republik Demokrasi Timor-
Leste?”
1.
D. TUJUAN
PENELITIAN
Yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah:
Ø Untuk
mengetahui faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya tindak pidana
pemerkosaan di Sub- Distrik Baguia.
Ø Mengetahui
faktor-faktor penghambat dalam pencegahan tindak pidana pemerkosaan di Sub- Distrik
Baguia.
Ø Untuk
mengetahui sejauhmana Peranan Aparat kepolosian Distrik Baguia dan peranan
serta masyarakat dalam mencegah tindak pidana sub- Distik Baguia.
Ø Sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) di fakultas hukum
Universitas Oriental Timor Loro Sae (UNITAL).
Ø Untuk
mengetahui berapa pengaruh faktor pemerkosaan dan proses audensi di pengadilan
negeri RDTL.
Ø Untuk
mengetahui pengaruh komunikasi dalam proses audensi di pengadilan.
Ø Sebagai
salah satu syarat bagi penyusun untuk memperoleh rumusan hukum.
1. E. MAMFAAT PENELITIAN.
1. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis; adalah untuk memperkaya
khasana ilmu pengetahuan yang khususnya mengenai tindak pidana kejahatan
pemerkosaan dan umumnya untuk memperkaya ilmu hukum pidana.
·
Dari hasil
penelitian ini dapat memberikan sumbangan sumbangan pemikiran kepada pemerintah
untuk memperhatikan kondisi dan latar belakang proses- proses peradilan di
Negara Timor- Leste agar lebih bermamfaat dan efesien berguna bagi bangsa dan
Negara kita sendiri.
·
Memberikan masukan
dalam memecahkan masalah-masalah yang di hadapi pemerintah dalam rangka
memfungsikan para hakim di berbagai tempat pengadilan daerah-daerah di Negara
Timor- Leste.
·
Untuk
menyebarluaskan pengetahuan penyusun di bidang persidangan dan juga bagi
penyusun untuk mengembangkan teori-teori yang di peroleh di bangku perkuliahan
samapai masa akhir studi di perguruan tinggi.
·
Disamping juga
penyusun mengidentifikasi permasalahan positif agar bisa di perhatikan dalam
proses persidangan yang mendatang.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan dari manfaat praktis
dalam penulisan skripsi ini dapat dijadikan referensi atau acuan bagi lembaga
Pemerintahan Timor Leste dalam merumuskan kebijakan, terutama dalam proses
penjatuhan sanksi hukuman kepada pelaku tindak pidana pemerkosaanan, dan
diharapkan peran serta masyarakat untuk meningkatkan peranannya khususnya dalam
memberikan informasi tentang tindak pada umumnya yang dilakukan oleh oknum atau
pelaku kejahatan.
1.
F. BATASAN DAN RUANG LINGKUP
Adapun yang menjadi
batasan dan ruang lingkup dalam penelitian ini adalah penyusun yang membatasi
diri dari faktor motifasi dan komunikasi di duga sebagai faktor yang
mempengaruhi keberhasilan dalam persidangan dalam perkara pidana hukum di
Negara RDTL. Dengan ruang lingkup penelitianya ini di tempat peradilan Distrik
Baucau dari pemerintahan republik demokrasi Timor- Leste.
1.
G. ALASAN PEMILIHAN JUDUL
Dalam penyusunan ini yang menjadi alasan penyusun
memilih judul karena dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi
kurangnya keberhasilan proses persidangan kasus- kasus kriminal di Negara RDTL
adalah sebagai berikut;
v Terjadinya
pembunuhan masal sejarah Timor leste sebagai penjahat perang yang tidak di
adili di bawah pengadilan internasional sebagai kekebalan hukum.
v Terjadinya
pemerkosaan dibawah umur di Sub- Distrik Baguia pembunuhan dan perampokan di
daerah setempat yang diproses melalui pengadilan.
v Sebagian
besar penduduk di Timor-Leste yang tinggal di pegunungan atau daerah terpensil
mengunakan bahasa daerah, sehingga mereka kurang memahami proses peradilan
dalam mengunakan bahasa portugis dalam berparisipasi pada persidangan di
pengadilan kecuali bahasa tetum.
v Di
Timor-Leste terdiri dari 35 bahasa daerah sehingga sulit saling memahami antara
bahasa dari yang satu ke yang lain, apabila jatuh ke dalam perkara untuk di
investigasi, maka perlu adanya penyerjemah dari proses persidangan.
v Sampai
saat ini belum ada mahasiswa/iyang mengadakan penelitian tentang motifasi dan
komunikasi dalam persidangan yang professional dalam berbahasa pada persidangan
di Negara RDTL saat ini.
v
Data atau informasi tentang pemilihan judul
telah tersedia secara lengkap di Sub Distrik Baguia Distrik Baucau, karena
wilayah ini terdiri dari 2 bahasa daerah yang bersangkutan (Naueti dan Makasae).
1. H. SISTEMATIKA PENULISAN.
Sistimatika dalam Penulisan Skripsi ini,
penulis membagi dalam 5 (Lima) bab yang masing- masing bab dirinci dan
diuraikan secara substantive yaitu sebagai berikut:
BAB
I. Pendahuluan
Bab
ini berisi tentang; latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan sistimatika penulisan.
BAB
II. Landasan Teoritis
Bab
ini berisi tentang; Kerangka dasar teori kriminologi, pengertian dasar
dalam hukum pidana, pengertian faktor
dominan, pengertian kejahatan, pengertian tindak pidana, pengertian
pemerkosaan, tugas kepolisian, peranan masyarakat, pokok-pokok hukum pidana
dalam perbuatan pidana, klasifikasi hukum pidana dalam ilmu hukum.
BAB
III. Metodologi Penelitian dan Pengumpulan data
Bab
ini berisi tentang, pengertian metode penelitian, sumber bahan hukum, metode
Pengumpulan data serta metode
analisis data
BAB
IV. Pembahasan
Dalam
bab ini berisi tentang; Faktor-Faktor apakah yang menyebabkan terjadinya tidak
pidana kejahatan pemerkosaan di Sub-Distrit Baguia, Sejaumana Peranan Aparat kepolosian
Sub- Distrik Baguia dan peranan serta masyarakat dalam mencegah tindak pidana
kejahatan pemerkosaan serta pembahasan.
BAB
V. Penutup
Bab
ini berisi tentang; kesimpulan dan sara-saran. Kesimpulan merupakan intisari
dari uraian dan pembahasan dalam penyusunan skripsi ini, sedangkan saran-saran
yang merupakan sumbangan pemikiran dan jalan keluar yang merupakan pemecahan
masalah-masalah yang dihadapi dalam menangani tindak pidana kejahatan
pemerkosaan yang terjadi di sub-Distrik Baguia kepada hasil yang ada.
BAB
II
KERANGKA DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2. A. KERANGKA
DASAR TEORI.
Yang menjadi kerangka dasar teori dalam
penulisan ini adalah, kriminologi dan kejahatan hukum pidana.
Menurut
Adler berpendapat bahwa; kriminologi merupakan keseluruhan keterangan mengenai
sifat dan perbuatan dari para penjahat[7].
Dan Menurut George C. Vold mengatakan
bahwa; kriminologi merupakan ulah perbuatan manusia dan juga batasa-batasan
perbuatan manusia tetang apa yang di boleh dan apa yang di larangnya[8].
Menurut Shutherland mengatkan bahwa;
kriminologi mencakup proses perbuatan hukum, pelangaran hukum dan reaksi atas
pelangaran hukum. Sedangkan[9];
Kejahatan merupakan
suatu konsep yang sanggat luas obyek dari kriminologi, kejahatan dapat di
pandang sebagai resultan dari perbuatan individu maupun masyarakat.
Secara yuridis formal
kejahatan, merupakan perbuatan manusia yang bertentangan atau melangar kaidah
kaidah hukum pidana Sedangkan; Kejahatan merupakan pencermian prilaku manusia
di dalam masyarakt berkaitan dengan kejiwaan individu yang tidak selaras dengan
norma-norma bergaulan masyarakat. Dan perbuatan adalah; disebabkan oleh
perasaan sosial yang ada pada individu.
Dari dua dimensi
tersebut muncul berbagai konsep yang menjelaskan kejahatan secara komperehensif
baik dari lingkup masyarakat secara sosiologis maupun lingkup individual secara
psikologis.
Berdasarkan pendapat di
atas menunjukan bahwa proses persidangan terhadap pelaku kejahatan kriminal
melalui pengadilan di lakukan secara sistematis, efesiensi untuk mencapai
kehendak dan bertujuan memberantas kejahatan kriminal di berbagai daerah di
Timor Leste untuk menegakan keadilan.
Untuk memperhatikan
teori di atas, maka penyusun mengunakan patokan dan survey penelitian dalam tahap analisa.
2. B. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam tinjauan pustaka
ini, penyusun akan memberikan pengertian dari
masing – masing variabel adalah sebagai berikut:
1.
Kriminologi
terhadap kejahatan pemerkosaan di RDTL.
Kriminologi
berasal dari kata “Crimen” yang berarti kejahatan dan “logos”
yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang
kejahatan.
Dari
uraian tersebut di atas dapat di simpulkan bahwa kriminologi tidak terlepas
dari perlakuan kejahatan manusia semata melaikan ulah perbuatan manusia.
Menurut
E.
H. Sutherland berangapan bahwa; kriminologi seperangkat pengetahuan yang
mempelajari tentang kejahatan dan sebagai fenomena sosial termasuk di dalam
proses perbuatan[10].
Dan
menurut George C. Vold berpendapat bahwa kriminologi selalu menunjukan pada
perbuata manusia dan juga batasan-batasan dan pandangan masyarakat tentang apa
yang di bolehkan dan apa yang di larang atau baik dan buruknya yang semuanya
terdapat dalam undang-undang dan adat istiadat[11].
Menurut
Paul
M. Moeliono katakana bahwa; kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari kejahatan sebagai masalah manusia, karena pelaku kejahatan
mempunyai andil atas terjadinya suatu kejahatan bukan semata-mata perbuatan
yang tentang oleh masyarakat akan tetapi adanya dorongan dari si pelaku untuk
melakukan perbuatan[12].
Dari
uraian pembahasan angapan dari beberapa temuan di atas maka disimpulkan bahwa;
kriminal juga sebagai suatu study pengetahuan dan juga aksi perlakuan positif
oleh manusia yang berdampar pada sifat dan kelakuan seseorang. Kriminologi juga
merupakan suatu hal yang tidak terlepas dari perlakuan kejahatan manusia. Namun
menurut Bonger study kriminologi ini
juga dibagi dalam beberapa ruang yakni; Kriminologi murni dan terapan
a.
Uraian Bonger kriminologi
murni menerangkan tentang ;
v Antropologi kriminal yaitu; ilmu yang mempelajari
meneliti dan mengenai manusia yang jahat dari tingkah laku, karakter, sifat
cirri-ciri, tubuhnya.
v Sosiologi kriminal yaitu; ilmu yang mempelajari
meneliti kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat.
v Psikologi kriminal
yakni, ilmu yang mempelajari dan meneliti kejahatan dari sudut kejiwaan.
Dari keterangan pembahasan di atas bahwa dari kriminal ilmu murni
menjelaskan semuanya tentang ciri dan tingkah laku manusia dalam perbuatan
kriminal dan kejahatan.
b.
Menurut Bonger dari uraian kriminologi terapan terdiri dari ;
v Higene kriminal
merupakan tujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan, maka usaha pemerintah
menerapkan undang – undang[13].
v Politik kriminal.
Menurut Sudarto politik kiminal adalah suatu usaha yang rasional dari
masyarakat dalam menangulangi kejahatan. Dan politik kriminal juga berdampak
dari pencurian dan perampokan banyak dilakukan oleh para pengangur maka
pemerintah menyediakan program pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan bakat[14].
v Kriminalistik, untuk
mengunkap kejahatan menerapkan teknik pengusutan secara sciensitific.
2.
Kejahatan dan penjahat.
Kejahatan berasal dari kata “jahat’’yang artinya hasil ulah perbuatan
manusia, yang mendapat awalan “ke’’dan sisipan jahat dan akhiran “an’’ sehingga
menjadi kejahatan.
Penjahat adalah manusia yang melakukan aksi berbuat jahat secara
langsung pada sesuatu hal kata penjahata berasal dari kata “jahat’’ dan awalan
pen yang berarti manusia
3.
Keberhasilan
dalam persidangan di pengadilan RDTL.
1. a. Keberhasilan.
Keberhasilan
Berasal dari kata “Hasil’’ yang berarti seuatu yang di adakan, di buat dan di
jadikan oleh usaha lalu mendapat awalan “ke’’ dan sisipan “ber’’ dan akhiran “an’’
sehingga menjadi kata keberhasilan.
Dari uraian tersebut di atas dapat di
simpulkan bahwa keberhasilan adalah segala sesuatu yang di adakan untuk
mendapatkan atau perolehan akibat dari sesuatu perbuatan yang di lakukan sesuai
tujuan yang di programkan.
1. b. RDTL.
Timor- Leste sebuah pulau yang terletak ke timur
dari Asia timur jauh. Menurut Muhammad Afandi dalam buku kamus bahasa Indonesia
moderen di katakana bahwa; yang di maksud Timur[15].
Salah satu arah matahari terbit dekat jauh tengah dekat Negara –Negara Asia
yang dekat benua Eropa dan antara timur dan Negara yang terletak Negara timur. Oleh karena itu
pengertian Timor Leste adalah sebuah pulau terkecil yang terletak di antara
tenggara Negara-negara Asia timur jauh berarah dengan matahari terbit. Dalam
buku kamus lengkap bahasa Indonesia mengatakan bahwa; “Democrat berarti
penganut (pengikut) paham demokrasi yaitu, bentuk pemerintah yang segenap
rakyat turut serta memerintah dengan perantara pemerintahan rakyat’’. Jadi democrat
berarti Negara menganut paham demokrasi dimana sistem pemerintahan segenap
rakyat turut serta dalam mengatur jalanya proses pemeritahan Negara dengan
perantara melalui wakil-wakilnya yang duduk dalam lembaga tertinggi Negara.
Republik adalah
bentuk pemerinta yangberkedaulatan rakyat dan di kepalai oleh seorang presiden.
Berdasarkan pendapat
di atas, dapat di kemukakan bahwa republik berarti Negara menganut sisti
kedaultan rakyat yang di atur secara langsung seorang presiden berdasarkan
hasil pulihan rakyat. Berdasarkan pada ketiga teori yang di kemukakan di atas
bahwa, republic democrat Timor- Leste adalah
sebuah Negara terkecil yang terletak di tenggara Asia timur jauh yang
bentuk pemerintahanya menganut sistim demokrasi, dimana rakyat turut serta
dalam mengatur proses jalanya pemerintahan Negara melalui wakil-wakilnya yang
duduk di lembaga terpimpin secara langsung oleh seorang presiden dan perdana
mentri
Professional dalam penangan kasus perkara
pidana bermaksud adalah; profesi atau kepandaian khusus untuk menjalankan
tugasnya .misalnya (defensor publik). Sedangkan menurut Jalaludin Rahmat
mengemukakan bahwa; Profesional adalah; kegiatan dalam bidang pekerjaan yang di landasi
dengan pendidikan keahlian tertentu[16].
Dan menurut Rustan Efendi mengatakan bahwa
Keprofesional seseorang akan di lihat apabila suatu tugas yang di selesaikan
olehnya dalam waktu yang relative singkat dan mengunakan teknik keahlian yang
tinggi[17].
Dari pendapat di
atas dapat di kemukakan bahwa untuk menentukan keprofesional seseorang dapat
melakukan melalui tiga prinsip utama yaitu;
1. Melalui kemampuan profesi
sejak di perguruan tinggi pada fakultas hukum tentang persidangan proses
perkara pidana.
2. Mendekatkan diri
pada pendidikan praktis
3. Mengambil skil atau
pengalaman dari orang lain yang lebih dewasa.
Proses adalah; perlakuan yang di perbuat untuk memproses seuatu agar
bisa melaksanakan dengan baik dan seksama. Misalnya perhatian dokumen dalam
persidangan kasus.
Berdasarkan pendapat ini bahwa untuk melakukan sesuatu pekerjaan atau
kegiatan yang menyangkut bertanggungjawaban diproses terlebih dahulu sebelum
melaksanakan dalam inti kegiatan yang bermaksud, hal ini pun tidak terlepas
dari profesi atau keahlian pekerjaan.
Dalam mendefinisikan hal ini penyusun telah mengambarkan beberapa
pendapat dari berbagai ahli yang telah menjelaskan arti daripada tiap-tiap
point yang ada.
2.
C. PENGERTIAN DASAR DALAM HUKUM PIDANA
Berawal dari hukum yang merupakan gejala kemasyarakatan atau sebagai
bagian dari adat atau kebiasaan yang menghendaki keterangan secara Ilmiah dan
memandang hukum sebagai keseluruhan hukum, dan hukum pidana adalah hukum yang
mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan
umum, perbuatan mana di ancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan
atau siksaan, dengan memiliki legalitas pada UUD konstitusi RDTL pasal 31
tentang penerapan undang-undang hukum pidana dan pasal 34 tentang
jaminan-jaminan dalam proses persidangan pidana dan diartikan dalam difinisi
Prof. Pompe Untrecht Nederland[18].
Hukum pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap
perbuatan-perbuatan apa seharusnya dijatuhi pidana dan apakah macamnya pidana
itu. Secara dogmatis yang bersifat
tradisional dapat di katakan bahwa dalam hukum terdapat permasalahan berupa,
perbuatan yang terlarang, merupakan perbuatan melawan hukum dengan ukuran sifat
yang melawan hukum.
2.
D. Pokok-Pokok Hukum Pidana Dalam
Perbuatan Pidana
Sesuai
dengan Delik sebagaimanan di tentukan didalam undang-undang dan hubungan di
dalam Hukum pidana Nasional yang dapat menampun aspirasi masyarakat Timor-Leste
secara tradisi dapat dijadikan pegangan dalam memanfaatkan berbagai teori hukum
pidana dalam memberikan batasan tentang pengertian faktor daminan, filsafat
hukum yang memang dapat menjawab dengan sempurna dan memuaskan tentang apakah
hukum itu, apakah keadilan, karena yang mendominasi sifat melawan hukum dalam
perbuatan pidana adalah fakta dan keadaan, yang berisikan ketidak puasan dengan
keadaan masyarakat dari sifat
melanggarnya ketentuan undang-undang atau Norma-Norma atau kenyataan-kenyataan
yang berlalu dalam masyarakat dengan konsekuensi dari pada pendirian yang
mengakui bahwa sifat melawan hukum
selalu menjadi unsur tiapa-tiap delik.
Dalam batasan
perbuatan yang terlarang dari hukum pidana atau merupakan bagian dari hukum
publik:
1.
Atauran umum hukum pidana dan larangan
melakukan perbuatan-perbuatan tertentu yang di sertai dengan ancaman sanksi
berupa pidana bagi yang melangar larangan itu.
2.
Syarat-Syarat tertentu yang harus di
penuhi/harus ada bagi si pelanggar untuk dapat di jatuhkannya sanksi pidana
yang di ancam pada larangan perbuatan yang di larangnya.
3.
Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau
harus di lakukan Negara melalui alat-alat perlenkapannya (polisi, Jaksa, Hakim),
terhadap yang disangka dan didakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka
usaha Negara menentukan, menjatuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap
dirinya, serta tindakan dan upaya-upaya yang boleh dan harus di lakukan oleh tersangkah/terdakwa
pelanggar hukum tersebut dalam usaha melindungi
dan mempertahankan hak-haknya dari tindakan Negara dalam upaya menegakan
hukum pidana tersebut.
2.
E. KLASIFIKASI HUKUM PIDANA DALAM KEJAHATAN
Kejahatan
(Misdrijven) merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum atau
Norma kehidupan di dalam masyarakat, menurut M.V.T. (Smidt I Hal. 63).
Kejahatan adalah delik yaitu perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak di
tentukan dalam Undang-Undang, sebagai perbuatan pidana, telah di rasakan
sebagai onrecht, sebagai, perbuatan yang bertentengan dengan tata hukum atau
sifat umum daripada tindak pidana atau yang lebih berat dari pelanggaran,
dengan demikian bentuk kejahatan adalah suatu kesalahan dari kesengajaan atau
kealpaan yang di perlukan perbedaan dalam acara mengadili[19].
Dalam pidana
bagi kejahatan adalah yang berhubungan dengan delik dolus yaitu adanya
kesengajaan yang terdiri dari melakukan sesuatu perbuatan yang dilarang oleh
aturan-aturan pidana misalnya dalam kodigu prosesu penal (KPP) Timor Leste
pasal 12, ayat (2b) yang mengatakan mengadili kasus berhubungan dengan tindak
pidana dilakukan oleh hakim pada tinkat pertama atau jaksa penuntut umum[20].
2. F.
PENGERTIAN TINDAK PIDANA.
Pidana berasal dari kata straf (Belanda) yang ada
kalanya di sebut dengan istilah hukuman dengan didefisinisikan sebagai suatu
penderitaan yang sengaja di jatuhkan di beri oleh Negara pada seseorang atau
beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatanya yang
telah melanggar larangan hukum pidana, secara khusus larangan dalam hukum
pidana ini disebut sebagai tindak pidana (staf baar feit) seperti yang
tertulis.
Pada UUD konstitusi RDTL pasal 31 tentang penerapan
undang-undang hukuman pidana ayat (2) yang mengatakan[21],
tidak seorang pun dapat di adili dan di hukum atas suatu tindakan yang tidak
dinyatakan dengan undang-undang sebagai pelanggaran pidana pada saat tindakan
dilakukan, atau mengalami tindakan-tindakan pengamanan yang tidak di atur
secara jelas dengan undang- undang yang telah berlaku, penetapan undang-undang
ini merupakan wujud penderitaan yang dapat di jatuhkan oleh Negara serta di tetapkan
dan di atur secara rinci, baik mengenai batasan-batasan dan cara menjatuhkannya
serta di mana dan bagaimana cara menjalankannya, dengan demikian batasan
tentang pengertian tindak pidana pada dasarnya sama artinya antara tindakan dan
pidana yaitu penderitaan serta dalam penguraianya dapat di bedakan antara kecil
atau besarnya penderitaan pada tindakan yang di akibatkan oleh penjatuhan
pidana.
2.
G. PENGERTIAN PEMERKOSAAN
Suatu peristiwa hukum dengan di katakan tindak
pidana yang adanya timbul suatu akibat dalam suatu kejadian yang dapat
mengakibatkan kekecewaan dalam paksaan bagi orang lain atau terdapat unsur-unsur perbuatan yang di
larang oleh undang-undang atau hukum bahwa kelakuan orang itulah yang menjadi
musbab kekecewaan, maka sudah barang tentu yang merupakan delik itu perbuatan melawan hukum
dan akibat perbuatan itu dan di ancam dengan hukuman karena adanya suatu
kelakuan dengan suatu akibat, misalnya kelakuan orang itulah yang menjadi
musabab dari matinya seseorang, maka
tentang akibat dan hubungan kasual dapat di tentukan serta di pertanggung
jawabkannya, sesuai dalam kodigu penal (KUHP) pasal 171 dan 172 yang
mengatakan, barang siapa memaksa orang
lain dengan ancaman oleh kelalaian, memperkosa orang lain, dan di hukum dengan
sampai lima (5)-15 tahun penjara atau denda[22].
Tipe-tipe pemerkosaan:
1. Pemerkosaan
dengan suatu paksaan.
Pemerkosaan yang dilakukan oleh
sesorang di luar perkawinan yang belum siap nikah dengan mengunakan suatu
paksaan hubungan seksual.
2. Pemerkosaan
usia dewasa.
Pemerkosaan yang di lakukan oleh
sesorang dengan orang lain yang sederajat usia dewasa diatas18 tahun yang
terjadi pada pendapat dalam hubungan seksualitas normal mendapat hukuman
5sampai 15 tahun
3. Pemerkosaan
di bawah umur.
Pemerkosaan yang di lakukan oleh
seseorang dibawah umur belasan 14-s/d16 tahun mendapat hukuman5s/d 15 sesuai
dengan KUHP TL.pasal 177, ayat 2 abuzu seksual menoridade
4. Pemerkosaan
atas dorongan orang lain (autor moral)
Pemerkosaan yang dilakukan oleh
orang lain atas suruhan atau dukungan orang lain dalam kegiatan hubungan
seksual pada pasaln 180 ayat1 KUHP.Timor Leste.
5. Pemerkosaan
dengan tidak sengaja.
Pemerkosaan
yang di lakukan dengan tidak terencana.
2.
H. TUGAS KEPOLISIAN
Peranan kepolisian Negara dalam menjalankan Tugas
Negara sebagai pemelihara kambtimas juga sebagai aparat penegak hukum dalam
proses pidana yang langsung berhadapan dengan masyarakat dan pejabat, sesuai Dicreito
Lei pasal 2 ayat (2b) yang mengatakan dalam rangkah tetap tujuan sebagaimana
didefenisikan dalam undang- undang keamanan Nasional dan dalam rangka keamanan
Internal kebijakan, dan tampa mengurangi kekuatan hukum yang timbul dari yang
lain, sesuai ketentuan matadalan
Regulamentu PNTL nomor 2.0[23]
tentang disiplin dan tanggung jawab, yang mengatakan legislasi tujuan
fundamental dari PNTL dapat membangun mekanisme disiplin untuk berpartisipasi
di dalam pembangunan Nasional serta berfungsi sebagai, dalam menjamin
pemeliharaan ketertiban, keamanan dan ketenangan masyarakat sesuai ketentuan
yang berlaku.
Dalam menjalankan tugas sebagai hamba hukum polisi
senantiasa menhormati hukum dan hak
asasi manusia, karena fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintah
Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertibaan masyarakat, penegak
hukum, perlindungan, pengayouman dan pelayanan masyarakat yang menggunakan
kemampuan profesinya terutama keahlian di bidang teknis kepolisian dalam
menjalankan profesinya wajib tunduk pada aturan internal kepolisian dan kode
etik profesi sebagai landasan moral.
2. I. PERANAN MASYARAKAT.
Didalam pengimplementasian dan praktek
pelaksanan hukum di dalam masyarakat khususnya hukum pidana, pada umumnya
berpedoman pada UUD konstitusi RDTL yang merupakan Dasar Negara sesuai pasal 1
ayat (1)[24]
yang mengatakan Republik Democratis Timor-Leste adalah Negara yang demokratis,
berdaulat, merdeka dan bersatu, berdasarkan kekuatan hukum, keinginaan rakyat
dan kehormatan atas martabat manusia, maka berperanya masyarakat turut
mengatasi persamaan asasi di dalam
ketertiban masyarakat dan menjalankan
ketertiban hukum yang merupakan nilai-nilai, kaedah-kaedah dan pola-pola
perikelakuan yang berkisar pada kebutuhan- kebutuhan pokok manusia dalam sosial
masyarakat dengan memandang hukum pidana sebagai pencerminan daripada suatu
sistim sosial karena bagaimana pun juga hal ini tidak dapat dilepaskan dari
pada kehidupan masyarakat bahakan unsur mutlak dari kehidupan masyarak yang
tertib, agar menjaga ketegangan sebagai perbedaan- perbedaan yang dapat
menimbulkan terjadinya pelanggran tertentu.
2. J. POKOK-POKOK HUKUM PIDANA
DALAM PERBUATAN PIDANA.
Dari pandangan hukum pidana dalam
ilmu hukum pidana dapat di rumuskan tindakan pidana atau delik yang mengadakan
dasar-dasar dan aturan untuk menentukan perbuatan-perbuatan, menentukan kapan
dan dalam hal-hal apa yang menentukan dengan cara bagaimana pengunaan pidana
itu, adalah hasil dari para ahli hukum dan ilmu hukum tentang kaidah-kaidah
hukum dalam masyarakat dengan peranan lembaga- lembaga hukum dalam menjalankan
fungsi hukum bagi kelompok-kelompok sosial dalam lapisan-lapisan sosial serta
kekuasaanya, karena teori hukum pidana sebagai alat untuk mengubah masyarakat
dan sarana pengantar perikelakukan pada batas-batas penggunaan hukum. Perbuatan
pidana menurut Prof. Simons adalah kelakuan (handeling) yang di ancam dengan
pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang
dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab, dengan demikian terlihat
bahwa pokok dalam perbuatan pidana adalah antara kelakuan atau tingkah laku
dengan kesalahan yang mengadakan kelakuan tadi, hal ini di pertangung jawabkan
atau perbuatan yang dapat di bebankan oleh pidana[25].
Pada unsur-unsur tindak pidana atau delik mempunyai keterkaitan dengan pokok
dalam perbuatan pidana karena dalam tindakannya berhubungan dengan perbuatan
dalam arti positif disengajakan atau kelalaian dalam arti negatif dan akibat
efek yang timbul dari sebuah perbuatan serta yang menyankut keadaan, yaitu
suatu hal yang menyebabkan seseorang di hukum berkaitan UUD konstitusi RDTL pasal 1 ayat (1) dengan waktu, delik
formal dengan perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam peraturan pidana, delik
materil yang dilarang undang-undang pada
pelanggaran terhadap keharusan yang diadakan oleh undang-undang (delicta
Commissionis). Penjabaran yang dapat di kaitan dengan unsur-unsur tindak pidana
dalam UUD konstitusi RDTL pasal 31 tentang penerapan undang-undang, hukum
pidana ayat 2 yang mengatakan tidak seorang pun dapat diadili dan dihukum atas
suatu tindakan yang tidak dinyatakan dengan undang-undang sebagai pelanggaran
pidana pada saat tindakan dilakukan atau mengalami hukum penjara pidana, tindakan-tindakan
pengamanan yang di atur secara jelas dengan undang-undang hukum Timor Leste[26].
Hukum pidana pada peristiwa hukum yang
semuanya di atur oleh undang-undang pidana sebagai hukum tertulis dan di atur
oleh pemerintah pada tiap- tiap perbuatan yang bertentangan dengan aturan
hukum, yang patut di perhatikan dalam masyarakat untuk mengatur tata tertib
pergaulan hukum yang berbentuk dari dasar pembentukan kesadaran hukum dan
pandangan hukum, walaupun pada penilaian hukum oleh masyarakat itu berbeda-beda namun hukum
undang-undang memberikan kepastian yang lebih besar dan dalam arti mutlak, dan
tentu tak dapat juga diberikan oleh undang-undang dalam pandangan masih terlalu
samar sifatnya atau belum berbentuk suatu arti dalam penilaian kepastian peraturan atau hukum dalam
pelaksanaanya.
2.
K.
KLASIFIKASI HUKUM PIDANA DALAM ILMU HUKUM.
Dengan suatu kesatuan yang terdiri
dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk
mencapai tujuan kesatuan hukum tersebut di terapkan pada kompleks unsur-unsur
Yuridis seperti paraturan hukum, asas hukum dan pengertian hukum yang
masing-masing bagian harus dilihat dalam kaitannya dengan bagian-bagian lain
dan dengan keseluruhannya. Berdasarkan kriterium fungsi hukum pidana dari pada
keseluruhan hukum menyangkut peristiwa pidana pada kejadian unsur-unsur
perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan di ancam dengan hukuman dan
harus memenuhi syarat-syarat suatu peristiwa pidana seperti, harus ada suatu
perbuatan, perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam
undang-undang, harus ada kesalahan yang dapat dipertanggung jawabkan, dan harus
ada ancaman hukumannya. Hukuman pidana umum dapat disebut hukum pidana material
(Het Gemeenestrafrecht) dan dapat
dipakai istila hukum pidana sipil, hukum pidana termasuk hukum publik dengan
alasan karena hukum pidana itu mengatur antara para individu sebagai anggota
masyarakat dengan Negaranya. Menurut Prof.
Simon pada penjabaran dalam sistim hukum pidana mengenai kepastian hukum
secara tertulis semua ketentuan tentang hukum pidana di dalam suatu akibat
undang-undang atau kodifikasi sudah jelas terjamin adanya kepastian hukum[27],
oleh karena hukum pidana dalam fungsi menangulangi kejahatan merupakan bagian
fungsi menangulangi kejahatan merupakan bagian dari hubungan penanganan kasus
pidana dengan kualifikasi atas alasan-alasan
yang rasionil, sesuai dengan pandangan Van Hattum yang mengatakan bahwa jika pemberian arti tersendiri
pada kualifikasi itu didasarkan atas alasan-alasan rasionil (masuk akal) ini
dapat member manfaat dalam pengunaan hukum pidana[28].
Kejahatan merupakan kelakuan yang merugikan (merusak) yang menimbulkan
kegoncangan yang sedemikian besar dalam suatu masyarakat tertentu misalnya
pembunuhan, sehingga masyarakat itu berhak mencela dan mengadakan perlawanan
terhadap kelakuan tersebut dengan jalan menjatuhkan dengan sengaja suatu
nestapa (penderitaan terhadap pelaku perbuatan).
Ø Unsur
perbuatan pidana yang mengandung kelakuan dan akibat yang timbul karena
kelakuan dan akibat, untuk adanya perbuatan pidana biasanya di perlukan hal
ikhlal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan, hal ikhlal di bagi dua
golongan yaitu: Mengenai diri orang yang melakukan perbuatan dan yang mengenai
di luar sipembuat.
Ø Unsur-unsur
yang memberatkan pidana sesuai kodiko ke prosesu penal pasal 59 ayat (1) yang
mengatakam, status terdakwa diberikan kepada setiap orang yang menjadi subyek
surat dakwaan yang di sampaikan dalam persidangan pidana[29].
Ø Perbuatan
yang tertentu sudah tampak dengan wajar atau benar, maka dalam merumuskan
tentang tersangkah atu terdakwa dan terpidana yang tercantun dalam kodigo ke
prosesu penal pasal 59 ayat (3)[30]
yang mengatakan, status terdakwa di ciptakan melalui pemberitaan, secara lisan
atau tertulis, yang di berikan kepada orang yang bersangkutan oleh pihak
yudisial atau polisi, yang memberitahu orang tersebut.
Ø Bahwa
dia adalah terdakwa dalam persidangan
pidana, pemberitahuan itu harus memuat indikasi, dan kalau perlu, penjelasan
tentang hak-hak prosedural orang tersebut dan kewajibannya sebagai terdakwa dan
mengiendentifikasikan berkas perkara dan pembela kalau sudah ditunjuk.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1 METODE PENELITIAN
Metodologi berasal dari kata metodos dan
logos yang berarti jalan ke. Inti dari pada
metodologi dalam setiap penelitian hukum adalah menguraikan tentang cara bagaimana suatu penelitian hukum itu
harus dilakukan.
Sedangkan menurut Joko P. Subagyo bahwa
penelitian adalah usaha atau
pekerjaan untuk mencari
kembali yang dilakukan dengan
suatu metode dengan cara
hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan atau menjawab problemnya[31].
Penelitian hukum pada dasarnya
merupakan suatu kegiatan ilmiah
yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum
tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta
hukum tersebut untuk kemudian yang ditimbulkan didalam gejala yang di hadapi
dalam hukum.
Sementara menurut Peter
Mahmud Marzuki, penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan
hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isi
hukum yang dihadapi[32].
Hal itu sesuai dengan karakter prespektif hukum keberhasilan terhadap suatu
penelitian yang baik dalam memberikan gambaran dan jawaban.
·
Terhadap
permasalahan yang diangkat, tujuan serta manfaat penelitian sangat ditentukan
oleh metode yang digunakan dalam penelitian.
a.
Penelitian
longitudinal.
Penelitian
terhadap kasus tindak pidana pemerkosaan secara berkelanjutan.
Mulai
dari penangkapan dan investigasi, penahanan sementara dan sampai pada
persidangan.
b.
Pendekatan
silang.
Penelitian
yang di lakukan terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan pada bagian
Investigasi PNTL Sub-Distrik Baguia tentang subjek yang berbeda antara para
pelaku dengan permasalahannya, namun sama persoalannya.
3.2. PENGUMPULAN DATA
Bertitik tolak dari permasalahan dengan melihat
kenyataan yang terjadi dilapangan dan mengaitkannya dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dengan demikian penelitian ini menggunakan pendekatan empiris,
yaitu pendekatan dengan melakukan penelitian lapangan dengan pengkajian serta
analisis terhadap masalah atau faktor penyebab terjadinya tindak pidana
pemerkosaan di Sub-Distrik Baguia. Untuk membahas permasalahan yang berkaitan
dengan tindak pidana pemerkosaan di wilayah hukum Sub Distrik Baguia, maka
penulis melakukan dengan Penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data secara
langsung dari sumbernya mengenai permasalahan yang menjadi pokok bahasan
penjatuhan hukuman tersebut. Penelitian Kepustakaan yakni data yang diperoleh
dari studi kepustakaan dengan membaca buku-buku diteratur hukum, dan peraturan
perundang-undangan lainnya.
3.3. WAWANCARA (INTERVIEW)
Untuk lebih memperjelas permasalahan yang penulis
angka dalam perumusan masalah, maka selain penulis membaca dari kitab
undang-undang hukum pidana Timor-Leste dan peraturan perundang-undangan lain
yang berkaitan permasalahan yang di angkat dalam penulisan skripsi ini, penulis
berusaha untuk melakukan wawancara/tanya jawab dengan beberapa orang pimpinan
atau sub. Pimpinan (komandan) PNTL Sub-Distrik Baguia terkait lainnya. Hal ini
penulis lakukan untuk mengetahui lebih dalam, bagaimana penjatuhan sanksi
tindak pidana, serta sejauhmana hambatan-hambatan yang terjadi tentang
penjatuhan sanksi hukuman, ditinjau dari kitab undang-undang hukum pidana dalam
perbandingan dengan realitas atau fakta yang sebenarnya. Wawancara dilakukan
dengan menggunakan wawancara bebas terpimpin, yaitu memakai catatan-catatan
pokok yang akan ditanyakan. Hal ini dimaksudkan sebagai pedoman agar wawancara
tetap dapat dikendalikan dan tidak menyimpang dari arah yang telah ditetapkan,
yaitu memperoleh data yang di perlukan.
3.4.
JENIS DATA ATAU BAHAN HUKUM.
Data primer.
Data tindak pidana pemerkosaan
untuk Tahun sebelumnya, dari Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2012 berdasarkan
arsip Data yang ada pada bagian Investigasi PNTL Sub-Distrik Baguia, sebagai berikut:
·
Percobaan pemerkosaan 9 kasus.
·
Pembunuhan 4 kasus.
·
Penganiyaan tidak ada kasus.
3.5.
SUMBER
DATA ATAU BAHAN HUKUM.
Data Internal.
Bagian Investigasi merupakan salah
satu bagian dari Struktur PNTL Sub- Distrik Baguia yang menangani masalah
Kriminalitas dengan memiliki 5 (lima) anggota PNTL yang terdiri dari:
·
Komandan Investigasi 1 orang (Inspector
da Policia)
·
Agente chefe 2 orang
·
Agente Principal 2 orang.
Data
External.
Dari
5 Anggota PNTL dengan 1 (satu) Komandan Investigasi berpangkat Agente dan
Policia, dapat melaksanakan tugas rutinnya berdasarkan kasus tindak pidana yang
terjadi di Sub Distrik Baguia dengan mengadakan Investigasi di lapangan,
apabila hal itu membutuhkan Data akurat tentang kejadian Kasus yang di maksud
dan Investigasi yang di lakukan PNTL pada kantor di Sub- Distrik Baguia.
3.6.
LOKASI
PENELITIAN
Sesuai dengan judul Skripsi
tersebut, maka penulis melaksanakan lokasi penelitian pada kantor Polisi
Nasional Timor Leste Sub- Distrik Baguia, sebagai aparart keamanan internal,
karena tidak terlepas dari penangganan kasus tindak pidana pada umumnya, oleh karena
itu penulis berpendapat dengan komitment bahwa, tempat penelitian untuk
memberikan imformasi tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak
pidana yang terjadi di Sub Distrik Baguia terutama tindak pidana pemerkosaa
dapat di peroleh secara akurat pada kantor tersebut.
3.7.
Proses
Pengumpulan Data/Bahan Hukum.
Untuk memperoleh data yang akurat, penulis
menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
a.
Observasi
Yaitu
suatu cara/teknik pengumpulan data penulis lakukan sebagai langkah awal dengan
mengadakan pengamatan dan peninjauan secara langsung terhadap obyek penelitian,
yaitu Institusi Polisis Nasional Timor-Leste Distrik Baucau sebagai tempat
penelitian bagi penulis untuk mengumpulkan data yang akurat.
3.8
Proses Pengolahan Data/Bahan Hukum.
Proses
pengolahan data dapat mengunakan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a.
Penelitian sampel tentang kasus tindak
pidana pemerkosaan dan pembunuhan berdasarkan laporan tahunan PNTL Sub- Distrik
Baguia
b.
Menyortir jenis data sesuai dengan
kebutuhan penulisan Skripsi.
c.
Dapat mengunakan sampel alternative
yaitu, data-data lain yang berkaitan dengan penulisan Skripsi ini atau dapat
mengadakan wawancara langsung.
3.9. Teknis dan Analisis Data.
a.
Metode
Penulisan
Metode atau teknik Penulisan Skripsi ini adalah
merupakan metode deduktif, yaitu suatu metode/teknik Penulisan, penulis
menguraikan masalah yang bersifat umum untuk memperoleh kesimpulan yang
bersifat khusus (induktif).
b.
Metode
Analisis Data.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih komprehensif
dalam Penulisan Skripsi ini, penulis menggunakan metode analisis deskriptif
(metode deskriptif analitis), yaitu analisis yang berupa uraian dengan
menggabungkan teori-teori, peraturan perundang-undangan dan data-data serta
informasi yang diperoleh dari wawancara dengan komandan PNTL Sub Distrik Baguia
serta jajaran yang terkait, sehingga antara yang satu dengan yang lainnya
saling mengisi dan melengkapi sesuai dengan pokok-pokok yang dibahas.
BAB
IV
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN
4.
A. LETAK GEOGRAFIS SUB-DISTRIK BAGUIA.
Kecamatan Baguia berada di belakang gunung Matebean
mane dengan garis batasnya utara berbatasan dengan kecamatan queliai, dan
selatan berbatasan dengan Iliomar kebupaten Lospalos, dan timur berbatasan
dengan Uatukarbau kabupaten Viqueque dan barat berbatasan dengan, Kecamatan
Laga kabupaten Baucau dengan jumlah penduduk terdiri dari 13.508 hab. yang berasal dari 10 desa/suco di
kecamatan Baguia.
1. Kependudukan Kecamatan Baguia.
Jumlah penduduk kecamatan Baguia sebagaimana yang tercantum di bawah
ini;
NO
|
10
DESA
|
LAKI-
LAKI
|
PEREMPUAN
|
JUMLAH
|
KETERANGAN
|
1.
|
Afaloicai
|
402
|
440
|
842
|
Sumber data
|
2
|
Alawa atas
|
321
|
523
|
844
|
Kec. Baguia
|
3
|
Alawa bawah
|
806
|
1435
|
2241
|
|
4
|
Osso-huna
|
306
|
432
|
738
|
|
5
|
Hae-coni
|
987
|
2115
|
3102
|
|
6
|
Defawase
|
443
|
451
|
894
|
|
7
|
Samalarai
|
1012
|
1114
|
2126
|
|
8
|
Lavateri
|
834
|
823
|
1657
|
|
9
|
Larisula
|
430
|
413
|
843
|
|
10
|
Uacala
|
78
|
143
|
221
|
|
JUMLAH
|
5619.
habi
|
7889
habit.
|
13.508
hab
|
2.
Struktur Pemerintahan Kecamatan Baguia.
Structur
ini sebagaimana yang telah di atur dalam pemerintahan kementrian dalam negeri
(MEOT) urusan dalam negeri yang terdiri dari
No
|
Nama Structur
Pemerintahan
|
Jenis kel
|
Umur
|
Jabatan kerja
|
Pendidikan
|
Alamat
|
1
|
Antonio Dos Ramos
|
Laki
|
48
|
Kepala wilayah (Administrador)
|
SMA
|
Samalari
|
2
|
Paulino S. Pinto
|
Laki
|
38
|
Wakil(OGL)
|
SMA
|
Osso-huna
|
3.
|
Mariano Ximenes
|
Laki
|
45
|
Kap. Pem. (CDO)
|
SMA
|
Osso-huna
|
4.
|
Felisiano A. F.
|
Laki
|
39
|
Urusan Pembanguan
|
SMA
|
Laga
|
5.
|
Domingos Alves
|
Laki
|
35
|
Urusan Sosial (Animad)
|
SMA
|
Alawa bawah
|
6.
|
Zeferino Alves
|
Laki
|
29
|
Ur. Pengairan (SAS)
|
SMA
|
Alawa bawah
|
7.
|
Virgilio Salvador
|
Laki
|
38
|
Ur. Pertanian
(Agricula)
|
SPP
|
Hae-coni
|
8.
|
Florindo X. Lobo
|
Laki
|
48
|
Ur. Kehutanan
|
Samalari
|
|
9.
|
Gregorio R. Ramos
|
Laki
|
40
|
Sicurity, Kec.
|
SMA
|
Samalari
|
10
|
Sabino Pereira
|
Laki
|
40
|
Sicurity Kec.
|
-
|
Hae-coni
|
11
|
Francisco Menezes
|
Laki
|
50
|
Sicutrity
|
-
|
Alawa B.
|
3.
Struktur Kepolisian Kecamatan Baguia
Jumlah anggota dan kepemimpinan
kepolisian kecamatan Baguia sebagan berikut:
No
|
Nama peserta
|
Jenis Kel.
|
Jabatan
|
Umur
|
Pendidikan
|
Pangkat
|
Alamat
|
1
|
Aleixo Simoes X.
|
Laki
|
Komd.
|
43
|
SMA
|
Agente inspct
|
Alawa Leten
|
2
|
Aquelina G.Pinto
|
Per
|
Adjunto
|
45
|
SPP
|
Agente
|
Haeconi
|
3
|
Armindo Das Neves
|
Laki
|
Cef.Inves
|
47
|
SMA
|
Agente
|
Samalari
|
4
|
Maria alves
|
Per
|
Logistik
|
37
|
SMA
|
Agente
|
Alawa-bawah
|
5
|
Aquelina Simoes
|
Per
|
40
|
SMA
|
Agente
|
Alawa atas
|
|
6
|
Martinha Guteres
|
Per
|
39
|
SMA
|
Agente
|
Defawase
|
|
7
|
Matias Pinto
|
laki
|
Hummas
|
Laki
|
SMA
|
Agente
|
Afloicai
|
4.
B. Luas Wilayah Kecamatan Baguia
Utara antara Distrik Lospalos berkisar
864, 6 km2.
Selatan antara Sub- Distrik Quelicai
berkisar 288, 2 km2.
Barat antara Sub- Distrik Uatucarbau
distrito viqueque berkisar 296, 2 km2.
Timur antara Sub- Distritu Laga berkisar
280, 2 km2.
4.
C. Faktor-Faktor Penyebabkan Terjadinya Tindak Pidana Pemerkosaan di Sub- Distrik
Baguia
Manusia pada dasarnya ingin hidup
berkelompok, yang dicetuskan oleh Aristoteles
bahwa manusia adalah Zoon Politicon, yang artinya manusaia
adalah makhluk social, ia sebagai seorang pribadi mempunyai kehendak bebas,
tapi ia manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup menyendiri tanpa
manusia yang lain. Hal ini secara kodrat alam terjadi demikian, karena siapa
pun, kapan di mana pun juga seorang manusia berada pada posisinya sebagai
makhluk social, ia tidak dapat menghindar dari kodratnya sebagai makhluk
social.
Seiring dengan perubahan zaman dari
waktu ke waktu, atau dengan kata lain dengan dinamika zaman, egoisnya manusia
secara pribadi ataupun secara kelompok yang mencari popularitasnya, acap kali
lupa akan statusnya dan kodratnya sebagai makhluk social yang tidak dapat
terasing dari manusia yang lain, sebagaimana telah dicetuskan oleh Aristoteles
di atas. Kehidupan bersama terdesak jauh keluar dari kekerabatan yang telah
terbina dalam kurung waktu yang cukup lama, karena terdorong oleh rasa ingin
mencoba sesuatu yang baginya harus dilakukan, begitu genjinya tidak dapat
dipadamkan oleh hati nurani sebagai manusia yang beradab dan bermoralitas. Ego
manusia sebagai pribadi maupun sebagai kelompok dalam suatu organisasi selalu
mengalahkan nuraninya pribadi sebagai makhluk soasial, lantaran kekuatan itu
muncul bukan karena kekuatan individu, namun kekuatan yang terkumpul dari rasa
takut melebur menjadi satu, maka terciptalah suatu kekuatan, yang biasa disebut
keberanian. Meleburnya kekuatan semacam inilah terdorong nafsu kebersamaan
untuk melakukan sesuatu baik terencana maupun secara spontanitas menjurus ke
hal-hal yang positif maupun segi-segi negative. Jika ditinjau dari kacamata
ilmu kriminologi intensitas untuk menjurus ke hal-hal yang negative sering akan
mendominasi untuk melakukan tindakan yang melawan hukum.
Dalam kehidupan bermasyarakat, baik
itu masyarakat terkecil yang disebut masyarakat familia maupun masyarakat dalam
arti luas, yang disebut organisasi Negara, apapun bentuk negaranya selalu
meninginkan kedamiaan dan ketertiban sebagai salah satu kewajiban yang tidak
dapat dielakan oleh bangsa mana pun juga dalam pemerintahannya. Oleh karena
itu, peranan pemerintah dan peran serta masyarakat sebagai faktor utama dalam
penanggulangan segala macam tindak pidana yang terjadi secara terencana maupun
secara spontan, merupakan tugas dan tanggung bersama sebagai anak bangsa.
Setuju atau tidak, percaya atau
tidak, wajar atau tidak wajar, harus kita akui bahwa bangsa Timor-Leste sebagai
Negara yang masih muda lahir didalam yang tua, menantang kita untuk berpacu
dengan waktu, dalam berbagai sektor kehidupan berbngsa dan bernegara. Untuk
menjawab semuanya ini, kita kembali kepada tatanan hukum daripada bangsa itu
sendiri, tidak terlapas dari penegakan hukum dari aparatur Negara dan
Pemerintah.
Bertitik tolak dari hal itu, hasil
penelitian yang dilakuan oleh penulis pada kantor PNTL Sub-Distrik Baguia,
menunjukan bahwa yang menjadi faktor penyebab terjadinya tindak pidana pemerkosaan
diSub -Distrik Baguia adalah akibat dari minuman keras, penganguran dan dari
berbagai aliran perguruan beladiri yang ada di Distrik tersebut, atau faktor
rasa sosial antara sesama perguruan sehingga dapat di anggap sebagai suatu
alasan untuk menimbulkan suatu akibat hukum yang dapat di buktikan dalam
rumusan delik dengan unsur melawan hukum serta konsekwensi untuk kemampuan
mempertanggung jawabkannya.
Hasil penelitian yang penulis
diperoleh di lapangan tentang kriminal antara pemerkosaan di luar perkawinan
dan ancama pembunuhan adalah sebagai yang terdata pada tabel di bawah ini.
Tabel
1: Daftar Kasus Tahun 2008 s/d 2012
No
|
Daerah dan
Desa/Suko
|
Kelompok
/
Pelaku
|
Tahun
|
Tindak
Hukum
|
Keterangan
|
1
|
Alawa Craik
|
Pembunuhan
Anak aborsi
|
2010
|
Masih dalam proses
hukum
|
Belum terungkap
para tersangka (pelaku) karena tidak ada saksi mata.
|
2
|
Samalari
|
Pemerkosaan
|
2011
|
Sudah proses di pengadilan
|
Di proses
berdasarkan UU.yang berlaku dan di tetapkan / diputuskan oleh hakim
pengadilan distrik baucau.
|
3
|
Alawa Leten
|
Pembunuhan
|
2010
|
Masih dalam
proses hukum
|
Belum terungkap
para tersangka (pelaku) karena tidak ada saksi mata.
|
4
|
Larisula
|
Pemerkosaan
|
2010
|
Proses sudah
selesai
|
Penyelesaian
secara adat istiadat/keluarga
|
5
|
Defawase
|
Pembunuhan
pemerkosaan
|
2010
|
Masih dalam
proses hukum
|
Ter bukti
(pelaku) sedang di pengadilan hukum Dili.
|
6
|
Wacala
|
Pemerkosaan
|
2010
|
Masih dalam
proses hukum
|
Belum terungkap
para tersangka (pelaku) karena tidak ada saksi mata.
|
7
|
Lavateri
|
Pembunuhan
pemerkosaan
|
2011
|
Masih dalam
proses hukum
|
Belum terungkap
para tersangka karena tidak ada saksi mata
|
8
|
Afaloikai
|
Pemerkosaan
|
Tidak ada
|
Belum ada
kejadian
|
|
9
|
Osso-Huna
|
Pemerkosaan
|
2010
|
Masih dalam
proses hukum
|
Sedang dip roses
di pengadilan distrik Baucau
|
10
|
Hae-coni
|
Pemerkosaan
|
2012
|
Sudah selesai
|
Secara family
|
Dapat disimpulkan
sementara dari tabel hasil penelitian tersebut, bahwa sesuai dengan
permasalahan tindak pidana pemerkosaan ini maka dilihat dari proses hukum yang
ada di Distrik Baucau belum mencapai maksimal oleh karena faktor keterbukaan
dan birokrasi proses hukum yang panjang.
Tabel 2: Daftar Kasus Menurut Daerah Desa
No
|
Tahun
|
KECAMATAN BAGUIA
|
|||||||||||
Alawa
craik
|
Sama
lari
|
Lava
teri
|
Defa
wase
|
Uacala
|
Hae
coni
|
Osso
huna
|
Lari
sula
|
Afaloi
cai
|
Alawa
leten
|
Total
|
Ket
|
||
1
|
2010
|
2
|
1
|
1
|
2
|
1
|
-
|
-
|
-
|
2
|
9
|
||
2
|
2011
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
2
|
||
3
|
2012
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
|
Total
|
2
|
1
|
2
|
2
|
1
|
1
|
-
|
1
|
2
|
13
|
Dapat
disimpulkan sementara tentang tabel tersebut bahwa Pertumbuhan penduduk di
ikuti dengan sosialisasi Undang-Undang Negara Timor-leste yang belum mencapai
pergertian hukum secara rril pada tingkat basis yang perlu pemahaman secara
kontinu agar dapat menjamin kestabilan hukum.
3. Grafik.
Tabel
4: Data Kasus Menurut Tingkat Pendidkian Tahun 2008 s/d 2012
NO
|
Daerah
wilayah
|
Umur
rata-rata
|
Pendidikan
Terakhir
|
Status
keluarga
|
Ket.
|
|||||
Tidak
sekolah
|
SD
|
SMP
|
SLTA
|
Universitas
|
Kawin
|
Belum
Kamwin
|
||||
1
|
Alwa
craik
|
27s/d
35
|
X
|
-
|
-
|
X
|
-
|
X
|
||
2
|
Alawa
leten
|
30
s/d 40
|
X
|
-
|
-
|
X
|
-
|
X
|
||
3
|
Sama
lari
|
23
s/d 55
|
X
|
-
|
-
|
-
|
-
|
X
|
||
4
|
Defawase
|
35
s/d 45
|
X
|
-
|
-
|
-
|
-
|
X
|
||
5
|
Uacala
|
39
s/d 49
|
X
|
-
|
X
|
-
|
-
|
X
|
||
6
|
Larisula
|
22
s/d 30
|
X
|
-
|
-
|
-
|
-
|
X
|
||
7
|
Afaloicai
|
28
s/d 37
|
X
|
-
|
-
|
X
|
-
|
X
|
||
8
|
Osso
huna
|
25
s/d 35
|
X
|
-
|
-
|
-
|
-
|
X
|
||
9
|
Haeconi
|
25
s/d 40
|
X
|
-
|
-
|
X
|
-
|
X
|
||
10
|
Lavateri
|
30
s/d 40
|
X
|
-
|
-
|
-
|
-
|
X
|
Dapat disimpulkan dari tabel ini bahwa di ilihat
dari status pendidikan pada tabel ini mengambarkan bahwa pengetahuan dan
pemahaman jauh lebih rendah oleh karena faktor pendidikan yang mempengaruhi
tingkat kesadaran hukum dan pada kehidupan sosial di dalam Masyarakat.
Tabel 5. Kasus Pemerkosaan Di Tiap-Tiap Suko Tahun
2008/2012.
a.
Alawa
Craik dan Alawa Leten.
Jenis tindak pidana
|
Alawa kraik
|
Alawa leten
|
Total
|
Ket.
|
||||||||
Tahun
|
Tahun
|
|||||||||||
08
|
09
|
10
|
11
|
12
|
08
|
09
|
10
|
11
|
12
|
|||
Pemerkosaan
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
2
|
||
Percobaan
pembunuhan
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
2
|
||
Penagniyaan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Total
|
-
|
-
|
2
|
2
|
4
|
Dapat disimpulkan
bahwa, lilihat dari perbedaan tindak pidana yang ada pada tabel ini secara
estastistik tindak pidana di Suco Alawa- Craik dan Alawa -Leten mengalami penurunan,
terlihat padana tahun 2008 - 2012 yang mengalami penurunan secara berarti.
b. Uacala dan Defawase 2008/2012
Jenis
Tindak Pidana
|
Uacala
|
Defawase
|
Total
|
Keterangan
|
||||||||
Tahun
|
Tahun
|
|||||||||||
08
|
09
|
10
|
11
|
12
|
08
|
09
|
10
|
11
|
12
|
|||
Pemerkosaan
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
2
|
||
Percobaan
pembunuhan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
1
|
|
Penganiyaan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Jumlah
Total
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
-
|
-
|
3
|
Dapat disimpulkan bahwa lilihat dari
perbedaan tindak pidana yang ada pada tabel ini secara estastistik tindak
pidana di Suco Uacala dan Defawase megalami penurunan, terlihat pada tahun 2008
- 2012yang mengalami penurunan secara berarti.
c.
Lavateri
dan Samalari 2008/2012.
Jenis
Tindak Pidana
|
Lavateri
|
Samalari
|
Total
|
Keterangan
|
||||||||
Tahun
|
Tahun
|
|||||||||||
08
|
09
|
10
|
11
|
12
|
08
|
09
|
10
|
11
|
12
|
|||
Pemerkosaan
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
2
|
|
Percobaan
pembunuhan
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
|||
Penganiyaan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Jumlah
Total
|
2
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
3
|
Dapat disimpulkan
bahwa, diilihat dari perbedaan tindak pidana yang ada pada tabel ini secara
estastistik tindak pidana di Suco Lavateri dan Samalari megalami penurunan,
terlihat pada tahun 2008 - 2012 yang
mengalami penurunan secara berarti.
d. Larisula dan Afaloicai 2008/2012.
Jenis
Tindak Pidana
|
Larisula
|
Afaloicai
|
Total
|
Keterangan
|
||||||||
Tahun
|
Tahun
|
|||||||||||
08
|
09
|
10
|
11
|
12
|
08
|
09
|
10
|
11
|
12
|
|||
Pemerkosaan
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
|
Percobaan
pembunuhan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
||
Penganiyaan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
||
Jumlah
Total
|
-
|
-
|
1
|
--
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
Dapat disimpulkan
bahwa, di lihat dari perbedaan tindak pidana yang ada pada tabel ini secara
estastistik tindak pidana di Suco Larisula dan Afaloicai megalami penurunan,
terlihat pada tahun 2008-2012 yang mengalami penurunan secara berarti.
e. Osso Huna dan Hae-coni 2008/2012.
Jenis
Tindak Pidana
|
Osso huna
|
Hae-coni
|
Total
|
Keterangan
|
||||||||
Tahun
|
Tahun
|
|||||||||||
08
|
09
|
10
|
11
|
12
|
08
|
09
|
10
|
11
|
12
|
|||
Pemerkosaan
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
2
|
||
Percobaan
pembunuhan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|||
Penganiyaan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
||
Jumlah
Total
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
2
|
Dapat disimpulkan bahwa, di lihat dari perbedaan tindak pidana yang ada
pada tabel ini secara estastistik tindak pidana di Suco Osso huna dan Hae coni
megalami penurunan, terlihat pada tahun 2008-2012 yang mengalami penurunan
secara berarti.
4.
D. Perana Kepolisian Sub Distrik Baguia Dan Peran Serta Masyarakat Dalam
Mencegah Tindak Pidana Pemerkosaan.
Tidak dapat dipungkiri
lagi bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sangat diharapkan peran
serta dari semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali, tidak membeda-bedakan jenis kelamin, rasa suku dan agama, wajib
beperan dalam ikut serta membela negara. Membela Negara tidak dalam arti semua
masyarakat harus memangkul senjata, namun membela negara dalam arti umum, bahwa
setiap warga negara berkewajiban memberikan informasi baik secara lisan maupun
tulisan kepada negara apabila negara dalam keadaan ancaman bahaya baik dari
dalam maupun dari luar, ini bagian kewajiban daripada membela negara, sebagai
warga negara. Dalam UUD pasal 40, yang mengatakan bahwa, Setiap orang atas
kebebasan mengeluarkan pendapat serta hak untuk memberikan informasi serta
untuk diberitahu informasi secara tidak memihak. Penggunaan hak kebebasan
mengeluarkan pendapat dan kebebasan atas informasi tidak dapat di batasi oleh
jenis penyensoran apapun. Penggunaan dan kebebasan yang disebut dalam pasal ini
akan diatur oleh undang-undang, berdasarkan kewajiban untuk menghormati UUD
RDTL dan martabat manusia. Sedangkan kepolisian dan angkatan keamanan
ketertiban dalam pasal 147 Konstitusi RDTL mengatakan bahwa, ayat (1) Polisi
akan membela keabsahan demokratis dan menjamin keamanan dalam negeri bagi semua
warga Negara dan akan bersifat sama sekali tidak memihak, pencegahan kejahatan
wajib dilaksnakan dengan tetap menghormati hak-hak asasi manusia[33].
Undang-undang akan
menetapkan aturan dan peraturan bagi kepolisian dan angkatan keamanan lainnya.
Jika diamati dari
kedaulatan pasal dalam Konstitusi RDTL di antaranya menunjukan bahwa, peranan
masyarakat dan sebagai salah satu unsur yang penting dalam membela Negara yang
tidak dapat dielakan lagi oleh siapaun juga sebagai warga negara bangsa Timor
Leste. Peranan aparat kepolisian sebagai keamanan internal terdapat dalam
praktek administrasi negara dalam arti tertulis maupun tidak tertulis dalam
menjalankan tugas dan fungsinya. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa dalam
kapasitasnya sebagai bagian dari warga masyarakat yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab, dalam realitas kehidupan selalu hadir dan berbaur
ditengah-tengah masyarakat. Tugas dan tanggung jawab yang telah diamanatkan
dalam kodigo penal RDTL pasal 147, untuk
meneruskan dasar hukum tersebut maka dibentuklah undang-undang nomor 13 tahun
2004 tentang hukum yang merupakan peraturan-peraturan yang hidup dan bersifat
memaksa berisikan suatu perintah, larangan atau izin untuk berbuat sesuatu dengan
maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat, sebagai petunjuk
dasar bagi aparat penegak hukum untuk mengartikan pada pidana yang merupakan
kesimpulan dari Kodigu ke prosessu
penal atau kumpulan kitab-kitab yang di buat oleh badan-badan resmi berisi
peraturan yang bersifat memaksa dan berbentuk perintah atau larangan bagi yang
melalaikan atau melanggar akan di berikan sanksi dan peraturan tersebut berlaku
bagi seluruh warga[34].
Timor
Leste, karena dari pandangan hukum secara pisikologis hukum merupakan bagian
integral dari kehidupan manusia bersama dengan konsekuensinya bertitik tolak
pada penghormatan dan perlindungan manusia, jadi itu terdapat dalam masyarakat
manusia, dalam setiap masyarakat selalu ada sistem hukum, ada masyarakat ada
hukum dengan pengertian komplementer sebab di kemukakan bahwa manusia adalah
zoon politikan antara manusia dengan masyarakat selalu makhluk sosial yang
harus hidup berkelompok.
Pergaulan
hidup manusia diatur oleh pelbagai macam kaidah atau norma, yang pada
hakekatnya bertujuan untuk menghasilkan kehidupan yang tertib dan tentram dapat
menghasilkan nilai-nilai yang bersifat maupun negatif, sehigga manusisa
mempunyai konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang baik dan harus di anuti
dan mana yang buruk dan harus di hindari, sikap manusia pada umumnya, kemudian
membentuk kaidah oleh karena manusia cenderung untuk hidup teratur dan
sepantasnya menurut manusia, prinsip yang demikian
Pada
dasarnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, peran serta masyarakat dalam
prosese pembangunan merupakan satua kewajiban dan keharusan bagi setiap warga
masyrakat. Kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar dalam hal ikut serta
menertibkan masyarakat melalui banyak cara.
Bahwa
pada intinya siapa pun juga dimana pun juga ia berada konstribusinya sebagai
manusia dan sebagai warga negara sangat mendukung dalam proses pembangunan dari
berbagai sudut pandang. Jika kita kembali kepada kepentingan umum yang sebagai
salah satu syarat mutlak suku tidak suka harus dijungjung tinggi dari pada
kepentingan individu atau golongan, maka peranan dalam bentuk apan pun juga
dari masyarakat sebagai anak bangsa sangat menentukan masa depan bangsa ini
secara keseluruhan.
Hasil
penelitian lapangan menunjukan bahwa peran serta masyarakat Sub Distrik Baguia
dalam pennegahan tindak pidana pemerkosaan yang terjadi selama ini kecamatan
Baguia, penulis mencoba untuk melakukan wawancara langsung dengan beberapa
orang responden dengan hasil bahwa, Melapor kejadian
perkara pihak yang berwajib (Polisi) dan ikut menenangkan kondisi linkungan.
Memberikan kesadaran
hukum. Peranan masyarakat dapat menerima dan mengakui undang-undang pada kodigo
prosesu penal dan kodigu penal sebagai undang- undang sah dan yang berlaku di
negara Timor -Leste.
Memberikan sanksi hukum
adat. Peranan hukum adat dapat berfunsi apabila aparat hukum pemerintah tidak
menyelesaikannya secara hukum dalam undang- undang, namun selama ini di
selesaikan secara hukum yang ada dalam undang- undang pemerintah Timor- Leste
yaitu: Melalui pengadilan Distrik
Baucau.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pada rumusan masalah yang penulis kemukakan, setelah diadakan
pengkajian pada tinjauann teortitis dan dengan ditunjang pada hasil-hasil
penelitian, maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut:
1.
Bahwa tindak pidana pemerkosaan di Sub-Distrik
Baguia di picu oleh antara berkelompok perguruan Beladiri, para pemuda
pengangur, putus sekolah dan usia dewasa yang memiliki permasalahan kultural
yang sering terjadi pada gelirannya dapat meresahkan masyarakat Sub-Distrik
Baguia. Meraka belum memahami ketentuan dan aturan di dalam Undang-undang hukum
yang berlaku dan norma sosial itu sendiri, selain dari pada itu ada juga
faktor-faktor external yang dapat mempengaruhi pemikiran secara individual
serta pengendalian diri untuk menciptakan sistim pemahaman hukum dan
kaidah-kaidah atau norma-norma yang hidup di tengah-tengah masyarakat secara
utuh.
2.
Dalam kehidupan masyarakat baik itu
masyarakat kecil atau pun masyarakat dalam kelompok besar pada suatu negara
selalu mengutamakan kedamaian dan persatuan serta ketertibaan yang di angap
sebagai kewajiban dari setiap warga Negara untuk sama-sama berpacu dalam
berbagai sektor guna menentukan komitment bangsa ke masa depan yang lebih baik
dengan memperdulikan tatanan hukum yang berlaku secara sah.
3.
Peranan masyarakat dalam ikut membela
Negara wajib dijunjun tinggi karena hal ini berdasarkan konstitusi RDTL yang
memiliki dasar pemahaman warga negara yang bertanggung jawab dan konsekuwen
dengan komitmen Negara.
4.
Peranan aparat penegak hukum dalam arti
kepolisian Negara yang berhadapan langsung dengan masyarakat, sebagai keamanan
Internal Negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya selalu berpegan teguk
pada dasar hukum yang berlaku agar
realitas kehidupan di dalam masyarakat dapat memberikan reputasi yang
baik bagi pemerintah Timor- Leste.
5.
Penyepurnaan norma-norma kehidupan
masyarakat dengan aturan yang ada kaitannya dengan segala macam bentuk
permasalahan pemerkosaan dan pembunuhan dalam menyikapi hukum dasar tertulis
yang ada pada Kodigo prosseso penal dan undang-undang atau aturan-aturan yang
tertuju pada komitmen bangsa dengan prinsip-prinsip kemasyarakatan secara
rasional dalam ikut berperan pada pembangunan bangsa Negara Timor-Leste.
5.2. Saran
Bertitik tolak dari
uraian latar belakang masalah di atas dari hasil penelitian lapangan bahwa dari
analisis kesimpulan tersebut penyusun memberikan beberapa saran sebagai
berikut;
1) Di
dasari bahwa selama peranan polisi di pihak keamanan harus menegagkan hukum
untuk menjaga kestabilan dan kesejahateran masyarakat dalam negeri untuk
mencapai kemakmuran bangsa dan Negara.
2) Pemerintah
ikut memonitoring segala persyaratan atau ketentuan yang ada pada undang-undang
atau konstitusi dan menegakan aturan-aturan hukum yang berlaku di Negara RDTL.
3) Di
ketahui bahwa kendala utama dalam pengaruhnya perkembangan kriminal adalah
media masa dalam dunia moderen, sehinnga berpengaruh pada usia-usia di bawah
umur adanya hubungan seksual maka perlu adanya sosialisasi undang-undang hukum
dan seksualisme pada usia di luar perkawinan.
4) Di
ketahui bahwa banyak usia putus sekolah atau pengangur sudah terpengaruhi oleh
pornografi akan tetapi kurang memahami apa dampak pengaruhnya dan apa
keuntunganya.
5) Kenyatan
membuktikan bahwa banyak anak usia di bahwa umur 17-18 tahun yang menikah dan
kurang memperhatikan dalam pertagunggjawaban keluarga sepenuhnya maka akibat
kematian bayi dalam kandungan setiap tahun atas survey statistic kesehatan
Timor- Leste.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Asas-asas
hukum pidana, Prof. Moeljatno, SH.Edisi Revisi, Penerbit: Rineka Cipta, Tahun,
2008.
2. Codigo
prosesu penal oleh; Justiça tahun 2009
3. Codigo
prosesu penal; Justiça tahun 2009
4. Filsafat
hukum (perkembangan dan dinamika masalah), Prof. Dr. H. R. Otje Salman S. SH,
Penerbit, PT Rafika Adilama Tahun,
2010.
5. Filsafat
hukum bagian I oleh MR. Soetiksno catatan ke: 8 penerbit PT pradnya Paramita
Jakarta tahun 1997.
6. Kodigu
penal Ministeri Justica tahun 2009
7. Konstitusi
RDTL, majelis konstitusi Timor-Leste tangal 22 Maret 2002.
8. Kriminologi
Murni, Prof. H. R. Abdulahsalam SIK. SH. MH. Jakarta 2007.
9. Mengenal
hukum, Edisi ke empat, Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo. SH, Penerbit, Liberty.
Yogyakarta, 1999
10. Metode
penelitia dan Tesis, Husein Usmar Grafindo Jakarta 1998.
11. Metode
Penelitian dan Teori Praktek, Joko Subagio P.T Rineka Jakarta1991.
12. Metodologi
Penelitian dan Survey, S Efendi dan Masri Singaribuan Jakarta1989
13. Pelajaran
hukum pidana, bagian I: Drs. Adami Chazawi. SH.
14. Pengantar
Ilmu hukum, Prof. Dr. Mr. L.J. Van Apeldorn, Cetakan ke 29. Penerbit, Pradnya, Paramita Jakarta, Tahun 2001.
15. Teori
dan hukum Konstitusi Prof. Dr. Dahlan Thaib. SH. MSI, Jasim Hamadi SH. M. Hum.
16. Teori
Kriminologi, Drs. Mohkemal Darmauan M, Si. 2001.
17. Undang
-Undang Dasar Negara Republik Demokrasi Timor- Leste Parlemen Nasional Timor -Leste.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
[1] Konstitusi RDTL Hal 6
[2]
Lawrence W. Freidman; membentuk
struktur
[3]
Muzakkir; pembagian elemen
[4] Muzakkir;
kedudukan istemewa dan hukum pidana
[5]
UUD RDTL Pasal 31; Penerapan UU
Hukum Pidana
Pasal 32;
Batas-batas hukum
Pasal 34;
Jaminan dalam proses persidangan
[6]
KUHP Indonesia pasal 338;
Kekerasan memaksa seseorang wanita bersetubuh di luar perkawinan
[7]
Adler; sifat perbuatan penjahat
[8]
George C. vold; kriminology ulah
berbuatan manusia
[9]
Shutherland; seperangkat
pengetahuan
[10] E. H. Shutherland; kriminology
seperangkat pengetahuan
[11] George C. vold; kriminology ulah
perbuatan manusia
[12] Paul M. Moeliono; pengetahuan
sebagai manusia
[13] Bonger; antropoli kriminal
[14] Sudarto; politik kriminal
[15] Muhammad afandi; kamus bahasa
Indonesia
[16] Salaludin Rahmat; profesi kerja
[17] Rustan Effendi; professional
seseorang
[18] UUD RDTL pasal 31; penerapan UUD
UUD RDTL pasal
34;jaminan dalam proses persidangan
Prof. Pompe
Untrcht; hokum pidana dan aturan-aturan
[19] M. V. T. (Smidt I hal, 63);
kejahatan delik.
[20] Kodigo proseso penal pasal 12
ayat 2b; Mengadili khasus
[21] UUd pasal 31 ayat 2; Penyerapan
UUD
[22] Kodigo penal pasal 171 dan 172; memaksa orang lain
dengan ancaman
[23] Dicreto lei pasal 2 ayat 2b;
Tujuan dan definisi UUD keamanan
Matadalan regulamentu PNTL
No. 20; Disiplin dan tanggung jawab PNTL
[24] UUD RDTL pasal 1 ayat 1; dasar
negara
[25] Prof. Simons; ancaman kelakuan
pidana
[27] Prof. Simon; penjabaran dalam
sistem hukum
[28] Van Hattum; pemberian kualifikasi
dan alasaa-alasan rasional
[29] Kodiko proseso penal pasal 59
ayat 1; status terdakwa dan surat dakwaan
[30] Kodigo
proseso penal 59 ayat 3; status terdakwa melalui lisan dan tertulis
[31] Joko P. Subagyo penelitian adalah usaha atau pekerjaan
[32] Peter Mahmud marzuki; penelitian
hukum
[33] UUD RDTL pasal 147 ayat 1;
membelah keabsahan demikrasi dan menjamin keamanan
[34] Kodigo penal RDTL pasal 147;
meneruskan dasar hokum terbentuknya UUD nomor 13 tahun 2004; bersifat memaksa suatu perintah larangan atau izin untuk
berbuat.