TINJAUAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN PEMERKOSAAN - HANUMATA
Home » » TINJAUAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN PEMERKOSAAN

TINJAUAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN PEMERKOSAAN

Written By THALYFUTO on Friday, 10 October 2014 | 01:00:00




                                                
       ABSTRAK
Tingka laku kriminal adalah tingkah laku melangar peraturan perundang-undangan yaitu undang-undang pidana tentang ketidak patuan suatu perbuatan itu, yang telah diundangan oleh kekuasaan politik dan berlaku bagi seluruh anggota masyarakat dengan disertai ancaman hukuman yang dilakukan oleh negara, dengan tujuan ketertiban di dalam masyarakat serta keseimbangan untuk memperoleh keadilan, karena pada dasarnya sifat hukum itu menikat, memaksa dan mengatur, maka siapa juga melanggar hukum harus ditindak, jika melihat pada asas kepastian dan kesamaan hak didepan hukum.

Faktor-Faktor yang dapat menimbulkan terjadinya tindak pidana pemerkosaan, merupakan prosses melalui undang-undang pidana dengan melibatkan aparat penyegak hukum yang ada di distrik Baucau, sala satunya adalah peranaan kepolisian dengan sistim dan ilmu kepolisian yang di bentuk dari dalam masyarakat untuk kepentingan masyarakat demi kepentingan hukum, agar dapat mencapai suatu proses peradilan sebagaimana ada di dalam undang-undang kodigu prosesu penal. Tatanan hukum dari pada negara Timor-Leste yang diperhadapkan dengan berbagai macam tindak pidana antara lain, akibat egonya dari berbagai nafsu bagi pengangur putus sekolah dan usia dewasa yang di tengga masyarakat akibat dari ulah media masa modern saat-saat ini sebagai suatu alasan untuk menimbulkan suatu akibat hukum yang dapat di buktikan dalam rumusan delik dengan unsur-unsur melawan hukum dan perlu ada pertanggung jawabannya.

KATA KUNCI: Hukum Pidana Kejahatan Pemerkosaan.






MOTTO
Rahasia untuk mengali ilmu pengetahuan adalah
Dengan  mencari dan meneliti fenomena yang terkandung dalam tubuh ilmu.
Kemanusiaan adalah hal yang mulia.
(JASTY)
 




                                                                            
















Halaman persembahan

                          Karya tulis ini kupersembahkan kepada:
1.      Kedua orang tua ku: Ayah Zacarias Castelano dan Ibunda Josefina Castelano yang telah melahirkan dan membesarkan penyusun.
2.      Istriku /Pendamping yang setia dan senantiasa memberi dorongan dan motifasi yang baik dalam menjalankan study ini dalam jangka waktu tertentu dari awal sampai akhir study ini.
3.      Kepada Anak-anakku yang tercinta yang selalu memberi peluang pada hari-hari yang singkat.
4.      Kepada Adik-adikku Dino, nina yang memberikan motifasi dorongan materil dan moril dalam proses perkuliahan hingga penyusun mengakhiri karya tulis ini selesai.
5.      Rekan-rekan sebanku study yang member semangat juang kepadaku sampai selesai study ini.
6.      Seluruh teman-teman yang telah membantu saya dalam proses pengetikan skripsi ini hingga selesai.
7.      Pada keluarga sanak saudara knua Taubere yang telah membantu dan menantikan keberhasilan tugas belajarku ini.
8.      Kepada Dosen fakultas dan seluruh dosen akademik di Universitas ini.
9.      Kepada Bapak Rektor Universitas dan se instruktural akademik.
10.  Kepada Almameter yang tercinta di UNITAL.
11.  Dan bagi para pembaca keseluruhan yang budiman.
12.  Kepada seluruh aktivitas akademik di universitas UNITAL di Timor Leste yang tercinta.

KATA PENGANTAR
Sebagai mahkluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa sudah sepantasnya penyusun memanjatkan puji syukur kehadirat atas segala rahmatnya dan karunia yang telah dilimpahkan kepada penyusun sehingga penyusun skripsi ini dapat di selesaikan juga. Penyusun meyakini segala daya upaya manusia tidak sia-sia belaka Penyusun suatu karya ilmiah seperti ini pada prinsipnya mengembangkan dua misi pokok yaitu; misi akademik dam misi sosial. Pada misi akademik penyusun skripsi merupakan tugas akhir yang harus di selesaikan setiap mahasiswa/i dalam rangka penyelesaian studi di perguruan tinggi, sekaligus menyandang gelar sarjana. Karya ilmiah yang di hasilkan akan di persembahkan pada almameter sebagai menara gading bagi kemajuan ilmu dan teknologi. sedangkan pada misi sosial; suatu karya ilmiah adalah proses mempelajari, mengamati, meneliti, serta menganalisis gejala-gejala sosial dan fakta dalam masyarakat dengan teori-teori ilmiah, dalam kaitan ini penyusun mengkorek hala-hal yang selama ini menjadi sebab akibat ketinggalan masyarakat sekaligus membuka sakrawala pemikiran yang baru bagi peningkatan peran pemuda dalam peningkatan sumber daya manusia di RDTL.
Penyusun berkeyakinan pula bahwa secara procedural metode penyusun telah memenuhi dengan proses ini dari awal sampai akhir, Bilamana dalam bertanggungjawaban ini di temui kesalahan yang bersifat substansial dan teknisi hal demikian adalah di luar kemampuan penyusun. Dan karenanya penyusun membuka pintu bagi usulan dan saran demi meningkat kwalitas karya ilmiah ini. Penyusun tidak lupa memberikan terima kasih kepada bimbingan dan bantuan serta dorongan baik secara material maupun spiritual kepada:
a.       Bapak sebagai pembinbing utama yang telah membinbing dalam skripsi ini.
b.      Bapak ketua jurusan yang telah bnyak membantu mendorong dan mengarahkan penyusun dan sampai terselesainya skripsi ini.
c.       Saudara/i yang banyak membantu dalam proses mengetik skripsi ini sampai selesai.
d.      Dan dari semua pihak yang telah membantu dalam proses penelitian ini sampai pada tahap penyusunan skripsi. Hal ini penyusun tidak sebut satu persatu dalam skripsi ini.
Baucau 10/01/2013
Penyusun



DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................... i
PERSETUJUAN......................................................................................................... ii
BERITA ACARA...................................................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN.................................................................... iv
ABSTRAK.................................................................................................................. v
HALAMAN MOTTO................................................................................................ vi
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................... vii
KATA PENGANTAR.............................................................................................. viii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ix
LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP........................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN.......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL..................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
1. A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
1. B. Faktor-Faktor Penyebab........................................................................... 11
1. C. Perumusan Masalah.................................................................................. 12
1. D. Tujuan Penelitian...................................................................................... 12
1. E. Mamfaat Penelitian................................................................................... 13
1. F. Batasan Ruang Lingkup............................................................................ 14
1. G. Alasan Pemilihan Judul............................................................................ 14
1. H. Sistematika Penulisan............................................................................... 15
BAB II KERANGKA DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2. A. Kerangka Dasar Teori............................................................................... 17
2. B. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 18
2. C. Pengertian Dasar Dalam Hukum Pidana.................................................. 24
2. D. Pokok-Pokok Hukum Pidana Dalam Perbuatan Pidana.......................... 25
2. E. Klasifikasi Hukum Pidana Dalam Kejahatan........................................... 26
2. F. Pengertian Tindak Pidana......................................................................... 27
2. G. Pengertian Pemerkosaan........................................................................... 28
2. H. Tugas Ke Polisian..................................................................................... 29
2. I. Peranan Masyarakat................................................................................... 30
2. J. Pokok-Pokok Hukum Pidana Dalam Perbuatan Pidana............................ 31
2. K. Klasifikasi Hukum Pidana Dalam Ilmu Hukum....................................... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian...................................................................................... 36
3.2. Pengumpulan Data..................................................................................... 37
3.3. Interviw (Wawancara) ............................................................................... 38
3.4. Jenis Data atau Bahan Hukum .................................................................. 38
3.5. Sumber Data atau Bahan Hukum............................................................... 39
3.6. Lokasi Penelitian........................................................................................ 39
3.7. Proses Pengumpulan Data/Bahan Hukum ................................................. 40
3.8. Proses Pengolahan Data/Bahan Hukum..................................................... 40
3.9. Teknis dan Analisis Data............................................................................ 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4. A. Letak Geografis Sub Distrik Baguia........................................................ 42
4. B. Luas Wilayah Kecamatan Baguia............................................................. 44
4. C. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana................................. 44
4. D. Peranan Kepolisian dan Masyarakat Kecamatan Baguia......................... 52
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan................................................................................................. 56
5.2. Saran........................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 59



LAMPIRAN   DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1.           N a m a                   : Justino Das Neves Castelano
     Tempat Lahir          : Samalari Kecamatan Baguia Kabupaten Baucau
     Tanggal Lahir         : 15 Agustus 1975
     Jenis kelamin          : Laki-Laki
     Agama                    : Katholik
      II.       Pendidikan:
1.      SD  Katolik  Samalari berizajah 1988
2.      SMP  Katolik Sao Jose kecamatan Baguia Berizajah  1990
3.      SMA Negeri  II  Vila Nova Kabupaten Baucau Berizajah 1993
4.      UNTIM (Universitas Timor  Timur) FKIP (Fakultas ilmu Pendidikan) Jurusan  Sastra Bahasa Indonesia 1993-1996 (Tidak Selesai)
5.      Lanjut kembali perkuliahan pada tahun 2009 di UNITAL
     III.       Pengalaman Kerja
1.      Setelah berhenti study pada tahun 1996 atas seleksi pada kanwil DEPDIKBUD (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) TIMOR-TIMUR menjadi Guru titipan kanwil di SMP Negeri kecamatan Baguia sampai dengan Referendum 1999.
2.      Pada tahun 1999 November bersama teman-teman membuka sekolah katolik (SMPK) di kecamatan Baguia.
3.      Pada tahun 2000 di anggkat menjadi pegawai negeri masa UNTAET.
4.      Pada tahun 2005 transfer kembali ke SMP Negeri sebagai pengawasan sementara pada sekolah public (komunidade) di sebuah suku/desa.
5.      Pada tahun 2006-2007 menjadi wakil kepala sekolah SMP Negeri Lavateri Baguia.
6.      Pada tahun  2011 di angkat sebagai Kepala Bagian Administarsi (Chfe Departemento)  dari 7 sekolah dasar Sembilan tahun (EBC) sampai sekarang .




DAFTAR SINGKATAN


1.      SD                   = Sekolah Dasar
2.      SMP                = Sekolah Menengga Pertama
3.      SMA               = Sekolah Menegah Atas
4.      SPP                 = Sekolah Penyuluhan Pertanian
5.      UNITAL         = Universitas Oriental Timor Lorosae
6.      ASD                = Administrador Sub Distrito
7.      CDO               = Ofisial Dezemvolvimento Community
8.      OGL                = Ofisial  Governo Lokal
9.      SAS                 = Serviso Agua Samiamento
10.  PNTL              = Polisi Nasional Timor Leste
11.  RDTL              = Republica Democratika de Timor Leste
12.  KUHP             = Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
13.  KPP                 = Kodigo Proseso Penal
14.  EBC                = Ensino Basico Central






DAFTAR TABEL
1.      Tabel 1 : Kependudukan Kecamatan Baguia................................................ .43
2.      Tabel 2 : Struktur Pemerintahan Kecamatan Baguia...................................... 44
3.      Tabel 3: Struktur Kepolisian Kecamatan Baguia........................................... 44
4.      Tabel 4: Daftar Kasus Tahunan...................................................................... 48
5.      Tabel 5: Daftar Kasus Menurut Desa............................................................. 49
6.      Tabel 6: Daftar Kasus Menurut Tingkat Pendidikan..................................... 50
7.      Tabel 7: Dafar Kasus Pemerkosaan Alawa Atas Dan Alawa Bawah............ 50
8.      Tabel 8: Daftar Kasus Pemerkosaan Uacala Dan Defawase.......................... 51
9.      Tabel 9: Daftar Kasus Pemerkosaan Lavateri Dan Samalari.......................... 51
10.  Tabel 10: Daftar Kasus Pemerkosaan Larisula Dan Afalaoicai...................... 52
11.  Tabel 11: Daftar Kasus Pemerkosaan Osso Huna Dan Hae Coni.................. 52










DAFTAR GAMBAR
1.      Gambar 1: Grafik Luas Wilayah Kecamatan Baguia................... 45
2.      Gambar 2: Grafik Tahun Peningkatan Dan Penurunan.................................. 49


BAB I
PENDAHULUAN
1. A. LATAR BELAKANG MASALAH
Selama kurang lebih hampir seperempat abat Timor-Leste berada pada pengisapan manusia oleh manusia pendudukan Pemerintah Negara Republik Indonesia banyak meninggalkan berbagai sistem yang berdampak pada segala dimensi kehidupan masyarakat baik dari aspek sosial, politik, ekonomi, dan budaya, termasuk hukum.
Tentu sebagai negara yang baru merdeka, untuk membangun sebuah negara pasti selalu belajar dari pengalaman-pengalaman pada yang masa lalu. Untuk itulah Timor-Leste sebagai negara berdaulat memiliki hukumnya tersendiri untuk mengatur, menertibkan dan memelihara pergaulan hidup warga negaranya sebagai bangsa yang bermartabat.
Untuk mengatasi jenis macam kebutuhan hidup, manusia atau individu selalu melalukan dengan berbagai cara karena suatu desakan hidup semata dan terkadang tanpa mempertimbangkan bagaimana akibatnya.
Dalam kehidupan secara bermasyarakat untuk mencegah dan menghindari bertentangan kepentingan individu maupun masyarakat, maka diberlakukan norma-norma soasial ditengah kehidupan mereka seperti norma agama, kesusilaan, dan kesopanan, juga norma hukum.
Norma-norma sosial berlaku dalam masyarakat salah satunya norma hukum, dan norma ini bisa mengikat masyarakat karena secara umum norma ini merupakan kehendak dan cara pandang dari masyarakat itu sendiri, sehingga menganggap sebagai suatu aturan untuk mengatur kehidupan bersama dan mempunyai sanksi yang secara tegas bagi setiap pelaku pelanggaran.
Dalam praktek bahwa untuk menegakkan norma hukum tidak mudah segampang kita membalikan telapak tangan, namun sangat membutuhkan dukungan dari berbagai lapisan masyarakat, selain aparat penegak hukum, termasuk dukungan masyarakat pada umumnya yang membantu aparat lain seperti jaksa, pengacara, hakim dalam menegakkan hukum demi tertibnya masyakat umum.
Tingkah laku kriminal adalah Tingkah laku melanggar peraturan perundang-undangan yaitu undang-undang hukum pidana.bagaimana pun juga tingkatan sifat amoralnya, kesalahan atau ketidak patutan suatu perbuatan itu di larang oleh undang-undang hukum pidana.
Sebaliknya Undang-Undang pidana secara konseptual merupakan suatu kesatuan peraturan mengenai tingkah laku manusia yang telah diundangkan oleh kekuasaan politik dan berlaku bagi seluruh anggota masyarakat, dengan disertai ancaman hukuman yang dilakuannya oleh negara. Oleh karena itu sifat khusus yang membedakan kumpulan kesatuan peraturan tentang tingkah laku manusia itu dari peraturan lainnya adalah sifat khusus dari suatu system perundang-undangan. Pada umumnya masyarakat kerapkali memahami hukum sebagai suatu perangkat aturan yang dibuat oleh Pemerintah dan Parlamen Nasional ataupun dari instansi pemerintah lainnya berdasarkan pada Pasal 97 Konstitusi Republika Demokratika Timor-Leste 2002, ayat 1[1] yang mengatakan bahwa wewenang untuk memprakarsai undang-undang dimiliki oleh anggota parlamen, fraksi-fraksi dalam parlamen dan pemerintah, yang mengikat warga negaranya dengan mekanisme keberadaan sanksi sebagai pemaksa. Maka tujuan hukum akan tercapai apabila terjadi keserasian dan kepastian hukum yang akhirnya menghasilkan suatu keadilan.
Tujuan hukum adalah tertib masyarakat yang damai dan seimbang. Akan tetapi tertib hukum belum tentu merupakan hasil dari tertib hukum karena ketertiban tidak selalu mengandung keadilan karena bisa saja dipaksa oleh suatu kekuatan (misalnya Pemerintah yang otoriter) yang berkepentingan terhadap suatu keadaan yang tunduk kepadanya, ketimbang memberikan keadilan kepada masyarakat. Sehingga dapat ditegaskan bahwa fungsi utama dari hukum adalah untuk menegakkan keadilan, dan berdasar pada sifatnya hukum yang mengikat, memaksa dan mengatur, maka siapa juga melanggar hukum harus di tindak, jika kita tengok pada asas kepastian dan kesamaan hak di muka hukum.
Dengan demikian, hukum mempunyai 3 (tiga) peranan utama dalam masyarakat antara lain:
2.      Sebagai sarana untuk memperlancar interaksi social.
3.      Sebagai sarana untuk menciptakan keadaan tertentu.
Oleh karena itu berbagai tindak kejahatan sering terjadi dalam masyarakat seperti pencurian, penipuan, perampokan, pembunuhan, penggpe pemerkosaan atau penyelundupan dan kejahatan ataupun pelanggaran lainnya. Tindakan kejahatan tersebut terjadi karena banyak faktor seperti keterpaksaan seseorang melakukan tindak pembunuhan dan pemerkosaan yang disebabkan oleh faktor ekonomi, faktor lingkungan atau terpengaruhi dengan lingkungan di sekitarnya. Semua tindakan kejahatan tersebut harus mendapat ganjaran yang setimpal, agar terciptanya ketertiban, ketenteraman dan rasa keadilan di masyarakat.
Sebagai suatu sistem, hukum pidana memiliki sifat umum dari suatu sistem, yaitu menyeluruh, memiliki beberapa elemen, semua elemen saling terkait (relation) dan kemudian membentuk struktur, Lawrence W. Freidman sebagaimana yang dikutip oleh Muzakkir, membaginya menjadi 3 (tiga) elemen yaitu;
1.      Elemen struktura;
2.      Subtansi;dan
3.      Budaya hukum.
Lawrence W. Freidman tentang sistem menambah satu elemen lagi, yaitu dampak (impact). Pandangan Lawrence W. Freidman tentang sistem hukum dikelompokan sebagai pandangan yang luas yang memasukan elemen-elemen lain yang “non-hukum” sebagai elemen hukum[2].
            Sedangkan menurut Utrecht sebagaimana dikutip oleh Muzakkir menganggap bahwa Hukum Pidana mempunyai kedudukan istimewa yang harus diberi tempat tersendiri diluar kelompok hukum publik dan hukum privat[3]. Utrecht melihat hukum pidana sebagai suatu hukum sanksi (bijzonder sanctie recht). Hukum pidana melindungi kepentingan yang diselenggarakan oleh peraturan-peraturan hukum privat maupun peraturan peraturan hukum publik. Hukum pidana melindungi kedua macam kepentingan tersebut dengan membuat sanksi istimewa, sanksi lebih keras[4].
                Dengan adanya sanksi berupa pidana yang ditentukan oleh ada dan tidak adanya perbuatan yang tidak dikehendaki (dilarang). Suatu perbuatan yang tidak dikehendaki (dilarang) oleh masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk peraturan. Perbuatan yang tidak dikehendaki adalah berupa perbuatan negatif. Artinya, perbuatan yang tidak dikehendaki secara tegas dinyatakan dilarang dalam Peraturan Perundang-undangan tertulis. Pada prinsipnya, semua kecuali yang dilarang, sedangkan perbuatan yang dilarang tersebut diatur dalam berbagai bentuk peraturan atau norma-norma  yang tertulis atau tidak tertulis.
Penentuan sanksi pidana dalam hukum pidana terkait dengan 4 (empat) aspek antara lain:
a.       Penetapan perbuatan dilarang.
b.      Penetapan ancaman sanksi pidana terhadap perbuatan yang dilarang.
c.       Penjatuhan pidana pada subjek hokum
d.      Pelaksanaan pidana.
Dari keempat aspek tersebut memiliki hubungan yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya dan merupakan satu jalinan dalam wadah sistem hukum pidana.
Dengan demikian, sistem hukum pidana dikenal sanksi pidana dan sanksi tindakan. Sanksi pidana lebih menekankan pada unsur pembalasan atau dapat dikatakan penderitaan yang sengaja dibebankan kepada si pelanggar. Sedangkan sanksi tindakan bersumber dari ide dasar perlindungan masyarakat dan pembinaan atau perawatan si pelanggar.
Berbicara  mengenai kriminologi berarti tidak terlepas dari ulah perbuatan manusia yang tidak sesuai dengan keinginan sosial masyarakat atas kebijakan sendiri dan di dorong oleh keadaan sosioogis ekonomis sesuai dengan tuntutan kepribadian dari berbagai hal yang menyangkut kriminal, hal ini di sebabkan karena bakat atau karakternya adalah jahat, dan ciri-ciri kriminal yang di lakukan oleh seseorang merupakan sebagai reaksi fenomena sosial yang selalu terjadi di mana masyarakat itu berada sebab kejahatan bukanlah fenomena alamiah akan tetapi merupakan fenomena sosial yang historis dari tindakan-tindakan manusia yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada.
Hal ini berarti bahwa; kriminologi selalu menunjukan pada perbuatan manusia dan batasan-batasan perbuatan manusia atau pandangan terhadap masyrakat tentang baik dan buruknya perbuatan, jadi singkatnya yaitu; kejahatan sebagai masalah manusia.
Dengan demikian kriminologi merupakan keseluruhan keterangan dan perbuatan manusia yang sebagai masalah utama yang tidak terlepas dari proses-proses perlakuan setiap hari di mana manusia itu berada. Kejahatan bukan saja normal melainkan namun kejahatan merupakan suatu yang di perlukan sebab cirri-cirri perbuatan mnusia yang di namis dan tidak terpisah dari ulah perbuatan mnusia. misalnya Pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, penganiayaan, korupsi, violence domestik, dan kejahatan-kejatahan lainya yang bertentangan dengan hukum jadi kejahatan sebagai masalah utama manusia.
Berdasarkan uraian di atas di barengi dengan situasi riil di Negara Timor Leste dapat di katakana bahwa, hampir 75 % kejahatan pembunuhan dan pemerkosaan yang belum di selidiki dan diproses peradilan di peradilan negara sesuai dengan proses hukum yang berlaku dari konstitusi RDTL yang ada di Timor Leste, untuk itu proses peradilan kejahatan kriminal merupakan sala satu faktor penting yang di perlukan di Negara Timor-Leste, agar dapat menegagkan hukum dan keadilan dan kebenaran di Timor-Leste yang tercinta ini sesuai dengan tuntutan masyarakat agar masyarakat bisa hidup dengan adil dan makmur sejahatera di wilayah Timor Leste yang berada. Sebab di Negara ini banyak hal yang menyakut hukum masih belum di terapkan sesuai dengan konstitusi RDTL di karenakan banyak kriminal yang ada tidak di hukum secara prosedur kepengadilan yang ada sehingga tuntutan ketidak adilan proses hukum masyarakat dapat menjadi pokok perhatian utama dalam kebijakan pemerintah dalam pengadilan dan kejaksaan tinggi Negara.
Oleh sebab itu pemberantasan terhadap kriminal oleh pemerintah sanggat di harapkan oleh para petinggi Negara untuk meningkatkan kwalitas kerja dalam menagani kasus-kasus kriminal dalam hal penanganan narapidana yang efektif dan efesien baik dari penanganan tingkat tinggi ke tingkat yang rendah dari kesemuaan kejahatan yang di proses di pengadilan negeri di Timor- Leste demi kemajuan bangsa dan Negara.
Sebagai Negara baru perhatian pemerintah tehadap kejahatan di dalam Negara juga sangat besar karena mnyangkut ketertiban dan estabilitas Negara dari berbagai tantangan hambatan yang di perhatikan oleh negaran kita sendiri.
Dan relisasi dari perhatian pemerintah itu dapat dilihat dalam undang-undang dasar Negara democrasi Timor Leste (RDTL) dalam pasal (31) tentang penerapann Undang-Undang Hukum Pidana dan pasal (32) batas batas pada hukum dan tindakan pengamanan dan pasal (34) jaminan dalam proses persidangan dan sekaligus pasal (118) tentang pengadilan dan fungsi-fungsinya[5].
Pelaksanaan dari pemerintah dalam proses penangan semua kasus di pengadilan sesuai konstitusi yang ada maka di lihat dari perbagai realisasi di lakukan di beberapa bagian yaitu; Defensor public, Hakim, Ministerio Public Secretariat. Dari beberapa hal ini berfungsi sebagai bagian dari pelaksaan proses pidana kriminal di pengadilan negeri di Timor- Leste, adapun pengamat-pengamat yang lain pada pokok kerja sama dalam proses pengadilan para pengamat Asessor Tribunal recurso yang selalu bekerja sama untuk menyelesaikan suatu kasus di pengadilan.
Tujuan dari kesemuanyaan ini agar untuk bisa memberikan dan menjalankan proses pengadilan di Timor- Leste secara baik dan adil sesuai dengan keinginan dan tuntutan masyarakat yang ada di Negara ini dan mampu berhasil menegakan hukum Negara ini seperti Negara-Negara di dunia lain .
Kejahatan; merupakan suatu konsep yang sangat luas, secara yuridis formal kejahatan, merupakan perbuatan manusia yang bertentangan atau melangar kaidah-kaidah hukum seperti pasal 338 KUHP Indonesia mengatakan bahwa barang siapa dengan kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh di luar berkawinan adalah kejahatan manusia dengan ancaman hukuman dua tahun[6]. Sedangkan dari sudut pandang sosiologi merupakan perbuatan yang anti social yang tidak dihendaki oleh masyarakat atau merugikan atau perilaku manusia dengan kegiatan kejiwaan norma-norma pergaulan masyarakat.
Bentuknkejahatan terbagi atas beberapa hal yaitu;
1.      Kejahatan terhadap tubuh.
a.       Kejahatan terhadap tubuh dengan sengaja.
b.      Kejahatan terhadap tubuh dengan tidak sengaja.
2.      Kejahatan terhadap nyawa.
Merupakan berupa penyerangan terhadap nyawa orang lain yang obyeknya adalah manusia. Pemerkosaan; merupakan tindaka kekerasan yang di lakukan oleh seseorang lelaki terhadap wanita dengan hubungan seksual di luar perkawinan atau dengan paksaan.
Berdasarkan tujuan di atas maka dapat di katakan lakukan bahwa: keberhasilan penganan dan pemberantasan kriminal di Timor- Leste ada dua faktor utama yaitu; Faktor penulis karena dilihat dari factor Motivasi adalah; merupakan salah satu faktor yang mendorong seseorang untuk mengambil bagian dalam pengambilan tindakan dan keputusan secara professional dan efisien dari berbagai kasus yang ada di Timor- Leste, baik di pengadilan negeri Dili, Baucau, Maliana dan Suai, dari beberapa tempat inilah proses peradilan berlanjut dalam ksus perkara pidana. Penanganan ini pada dasarnya merupakan suatu proses yang serius dengan kesamaan penanganan kasus internasional lainya. Pada hakekatnya Motivasi mendorong keinginan dari dalam diri seseorang yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku sehingga pada akhirnya mengambil keputusan di pengadilan yang berada.
Agar dorongan atau rangsangan yang timbul di dalam diri seseorang hakim dapat terlaksana dengan baik, maka perlu adanya kerja sama saling interaksi hubungan komunikasi dari berbagai pihak lain baik instructor pengadilan dan institusi yang lain agar bisa menjalankan prosedor persidangan yang sesuai dengan konstitusi. Seprti intitusi kepolisian agar bisa mengidentifikasi fakta-fakta kejadian dan dalam bidang keamanan pada siding berlangsung untuk bisa di proses pada pihak pelaku dan (Supeito e Vitima) criminal.
Komunikasi adalah; salah satu sarana untuk terlaksananya pemberian informasi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penanganan kasus lokasi kejadian. Yakni dalam kejadian lokasi jauh dari kepolisian mengalamai kesulitan informasi, jika adanya proses peradilan mengalami kesulitan akan masalah bahasa yang di gunakan oleh investigasi, maka perlu adanya penyerjemah agar timbale blik antara pelaku dan vitima akan menjawab sesuai dengan tujuan yang di harapkan.
Berdasarkan hasil pengamatan penyusun dalam proses penangan kasus di kepolisian Sub-Distrik Baguia dan proses peradilan di Pengadilan negeri Baucau belum memuaskan atau dapat di katakana masih rendah. Tingkat pelaksanaan dapat di tinjau dari:
a.       Proses audensi cukup lama karena permasalahan pertumbuk-tumbuk
b.      Staf pengadilan terbatas, sehingga audensi selalu tertunda jika penagan kasus tidak hadir dalam proses persidangan.
c.       Pelaku kriminal dari berbagai daerah dalam bahasa yang berbeda sehingga perlu adanya penyerjemah untuk mengidentifikasi masalah sebenarnya. Dalam upaya proses peradilan faktor komunikasi sangat berpengaruh proses peradilan karena dengan komunikasi akan membuka jalur penyampaian bahasa antar yang berwajib karena hal-hal yang bertentangan dengan audensia langsung memperoleh jawaban dari pengacar dan pasti mengalami kesulitan kesulitan dalam konteks bahasa.
1.      B. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN DI SUB-DISTRIK BAGUIA.
            Dengan judul di atas penyusun di upayakan faktor-faktor yang menjadi peneybab terjadinya tindak pidana peerkosaan di Sub-Distrik Baguia dapat terungkap, kemudian di tawarkan alternatif pemecahannya dan di berikan saran-saran sebagai tawaran solusi kepada pelaku pelanggrana dan masyarakt khelayak umumnya untuk minimalisasi persoalan lain mungkin timbul.


1.      C. PERUMUSAN MASALAH.
      Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut; “Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kejahatan pemerkosaan”. “Apa peranan Aparat kepolisian Sub-Distrik Baguia terhadap penanganan kasus pemerkosaan’’, “Apakah ada pengaruh yang segnifikan antara Motivasi dan Komunikasi terhadap keberhasilan di pengadilan Negara Republik Demokrasi Timor- Leste?”
1.      D. TUJUAN  PENELITIAN
Yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
Ø  Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pemerkosaan di Sub- Distrik Baguia.
Ø  Mengetahui faktor-faktor penghambat dalam pencegahan tindak pidana pemerkosaan di Sub- Distrik Baguia.
Ø  Untuk mengetahui sejauhmana Peranan Aparat kepolosian Distrik Baguia dan peranan serta masyarakat dalam mencegah tindak pidana sub- Distik Baguia.
Ø  Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) di fakultas hukum Universitas Oriental Timor Loro Sae (UNITAL).
Ø  Untuk mengetahui berapa pengaruh faktor pemerkosaan dan proses audensi di pengadilan negeri RDTL.
Ø  Untuk mengetahui pengaruh komunikasi dalam proses audensi di pengadilan.
Ø  Sebagai salah satu syarat bagi penyusun untuk memperoleh rumusan hukum.
1. E. MAMFAAT PENELITIAN.
   1. Manfaat teoritis
   Manfaat teoritis; adalah untuk memperkaya khasana ilmu pengetahuan yang khususnya mengenai tindak pidana kejahatan pemerkosaan dan umumnya untuk memperkaya ilmu hukum pidana.
·         Dari hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan sumbangan pemikiran kepada pemerintah untuk memperhatikan kondisi dan latar belakang proses- proses peradilan di Negara Timor- Leste agar lebih bermamfaat dan efesien berguna bagi bangsa dan Negara kita sendiri.
·         Memberikan masukan dalam memecahkan masalah-masalah yang di hadapi pemerintah dalam rangka memfungsikan para hakim di berbagai tempat pengadilan daerah-daerah di Negara Timor- Leste.
·         Untuk menyebarluaskan pengetahuan penyusun di bidang persidangan dan juga bagi penyusun untuk mengembangkan teori-teori yang di peroleh di bangku perkuliahan samapai masa akhir studi di perguruan tinggi.
·         Disamping juga penyusun mengidentifikasi permasalahan positif agar bisa di perhatikan dalam proses persidangan yang mendatang.
2. Manfaat Praktis
            Diharapkan dari manfaat praktis dalam penulisan skripsi ini dapat dijadikan referensi atau acuan bagi lembaga Pemerintahan Timor Leste dalam merumuskan kebijakan, terutama dalam proses penjatuhan sanksi hukuman kepada pelaku tindak pidana pemerkosaanan, dan diharapkan peran serta masyarakat untuk meningkatkan peranannya khususnya dalam memberikan informasi tentang tindak pada umumnya yang dilakukan oleh oknum atau pelaku kejahatan.
1.      F. BATASAN DAN RUANG LINGKUP
Adapun yang menjadi batasan dan ruang lingkup dalam penelitian ini adalah penyusun yang membatasi diri dari faktor motifasi dan komunikasi di duga sebagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam persidangan dalam perkara pidana hukum di Negara RDTL. Dengan ruang lingkup penelitianya ini di tempat peradilan Distrik Baucau dari pemerintahan republik demokrasi Timor- Leste.
1.      G. ALASAN PEMILIHAN JUDUL
Dalam penyusunan ini yang menjadi alasan penyusun memilih judul karena dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kurangnya keberhasilan proses persidangan kasus- kasus kriminal di Negara RDTL adalah sebagai berikut;
v  Terjadinya pembunuhan masal sejarah Timor leste sebagai penjahat perang yang tidak di adili di bawah pengadilan internasional sebagai kekebalan hukum.
v  Terjadinya pemerkosaan dibawah umur di Sub- Distrik Baguia pembunuhan dan perampokan di daerah setempat yang diproses melalui pengadilan.
v  Sebagian besar penduduk di Timor-Leste yang tinggal di pegunungan atau daerah terpensil mengunakan bahasa daerah, sehingga mereka kurang memahami proses peradilan dalam mengunakan bahasa portugis dalam berparisipasi pada persidangan di pengadilan kecuali bahasa tetum.
v  Di Timor-Leste terdiri dari 35 bahasa daerah sehingga sulit saling memahami antara bahasa dari yang satu ke yang lain, apabila jatuh ke dalam perkara untuk di investigasi, maka perlu adanya penyerjemah dari proses persidangan.
v  Sampai saat ini belum ada mahasiswa/iyang mengadakan penelitian tentang motifasi dan komunikasi dalam persidangan yang professional dalam berbahasa pada persidangan di Negara RDTL saat ini.
v  Data atau informasi tentang pemilihan judul telah tersedia secara lengkap di Sub Distrik Baguia Distrik Baucau, karena wilayah ini terdiri dari 2 bahasa daerah yang bersangkutan (Naueti dan Makasae).
1.       H. SISTEMATIKA PENULISAN.
 Sistimatika dalam Penulisan Skripsi ini, penulis membagi dalam 5 (Lima) bab yang masing- masing bab dirinci dan diuraikan secara substantive yaitu sebagai berikut:
BAB I.  Pendahuluan
Bab ini berisi tentang; latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistimatika penulisan.

BAB II.  Landasan Teoritis
Bab ini berisi tentang; Kerangka dasar teori kriminologi, pengertian dasar dalam  hukum pidana, pengertian faktor dominan, pengertian kejahatan, pengertian tindak pidana, pengertian pemerkosaan, tugas kepolisian, peranan masyarakat, pokok-pokok hukum pidana dalam perbuatan pidana, klasifikasi hukum pidana dalam ilmu hukum.

BAB III. Metodologi Penelitian dan Pengumpulan data
Bab ini berisi tentang, pengertian metode penelitian, sumber bahan hukum, metode Pengumpulan data serta metode analisis data
BAB IV. Pembahasan
Dalam bab ini berisi tentang; Faktor-Faktor apakah yang menyebabkan terjadinya tidak pidana kejahatan pemerkosaan di Sub-Distrit Baguia, Sejaumana Peranan Aparat kepolosian Sub- Distrik Baguia dan peranan serta masyarakat dalam mencegah tindak pidana kejahatan pemerkosaan serta pembahasan.
BAB V. Penutup
Bab ini berisi tentang; kesimpulan dan sara-saran. Kesimpulan merupakan intisari dari uraian dan pembahasan dalam penyusunan skripsi ini, sedangkan saran-saran yang merupakan sumbangan pemikiran dan jalan keluar yang merupakan pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dalam menangani tindak pidana kejahatan pemerkosaan yang terjadi di sub-Distrik Baguia kepada hasil yang ada.


BAB II
KERANGKA DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2. A. KERANGKA DASAR TEORI.
            Yang menjadi kerangka dasar teori dalam penulisan ini adalah, kriminologi dan kejahatan hukum pidana.
             Menurut Adler berpendapat bahwa; kriminologi merupakan keseluruhan keterangan mengenai sifat dan perbuatan dari para penjahat[7].
            Dan Menurut George C. Vold mengatakan bahwa; kriminologi merupakan ulah perbuatan manusia dan juga batasa-batasan perbuatan manusia tetang apa yang di boleh dan apa yang di larangnya[8].
            Menurut Shutherland mengatkan bahwa; kriminologi mencakup proses perbuatan hukum, pelangaran hukum dan reaksi atas pelangaran hukum. Sedangkan[9];
Kejahatan merupakan suatu konsep yang sanggat luas obyek dari kriminologi, kejahatan dapat di pandang sebagai resultan dari perbuatan individu maupun masyarakat.
Secara yuridis formal kejahatan, merupakan perbuatan manusia yang bertentangan atau melangar kaidah kaidah hukum pidana Sedangkan; Kejahatan merupakan pencermian prilaku manusia di dalam masyarakt berkaitan dengan kejiwaan individu yang tidak selaras dengan norma-norma bergaulan masyarakat. Dan perbuatan adalah; disebabkan oleh perasaan sosial yang ada pada individu.
Dari dua dimensi tersebut muncul berbagai konsep yang menjelaskan kejahatan secara komperehensif baik dari lingkup masyarakat secara sosiologis maupun lingkup individual secara psikologis.
Berdasarkan pendapat di atas menunjukan bahwa proses persidangan terhadap pelaku kejahatan kriminal melalui pengadilan di lakukan secara sistematis, efesiensi untuk mencapai kehendak dan bertujuan memberantas kejahatan kriminal di berbagai daerah di Timor Leste untuk menegakan keadilan.
Untuk memperhatikan teori di atas, maka penyusun mengunakan patokan    dan survey penelitian dalam tahap analisa.
2.      B. TINJAUAN  PUSTAKA
Dalam tinjauan pustaka ini, penyusun akan memberikan pengertian dari   masing – masing variabel adalah sebagai berikut:
1.      Kriminologi terhadap kejahatan pemerkosaan di RDTL.
Kriminologi berasal dari kata “Crimen” yang berarti kejahatan dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan.
Dari uraian tersebut di atas dapat di simpulkan bahwa kriminologi tidak terlepas dari perlakuan kejahatan manusia semata melaikan ulah perbuatan manusia.
Menurut E. H. Sutherland berangapan bahwa; kriminologi seperangkat pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan dan sebagai fenomena sosial termasuk di dalam proses perbuatan[10].
Dan menurut George C. Vold berpendapat bahwa kriminologi selalu menunjukan pada perbuata manusia dan juga batasan-batasan dan pandangan masyarakat tentang apa yang di bolehkan dan apa yang di larang atau baik dan buruknya yang semuanya terdapat dalam undang-undang dan adat istiadat[11].
Menurut Paul M. Moeliono katakana bahwa; kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah manusia, karena pelaku kejahatan mempunyai andil atas terjadinya suatu kejahatan bukan semata-mata perbuatan yang tentang oleh masyarakat akan tetapi adanya dorongan dari si pelaku untuk melakukan perbuatan[12].
Dari uraian pembahasan angapan dari beberapa temuan di atas maka disimpulkan bahwa; kriminal juga sebagai suatu study pengetahuan dan juga aksi perlakuan positif oleh manusia yang berdampar pada sifat dan kelakuan seseorang. Kriminologi juga merupakan suatu hal yang tidak terlepas dari perlakuan kejahatan manusia. Namun menurut Bonger study kriminologi ini juga dibagi dalam beberapa ruang yakni; Kriminologi murni dan terapan


a.       Uraian Bonger kriminologi murni menerangkan tentang ;
v  Antropologi kriminal yaitu; ilmu yang mempelajari meneliti dan mengenai manusia yang jahat dari tingkah laku, karakter, sifat cirri-ciri, tubuhnya.
v  Sosiologi kriminal yaitu; ilmu yang mempelajari meneliti kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat.
v  Psikologi kriminal yakni, ilmu yang mempelajari dan meneliti kejahatan dari sudut kejiwaan.
Dari keterangan pembahasan di atas bahwa dari kriminal ilmu murni menjelaskan semuanya tentang ciri dan tingkah laku manusia dalam perbuatan kriminal dan kejahatan.
b.      Menurut Bonger dari uraian kriminologi terapan terdiri dari ;
v  Higene kriminal merupakan tujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan, maka usaha pemerintah menerapkan undang – undang[13].
v  Politik kriminal. Menurut Sudarto politik kiminal adalah suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menangulangi kejahatan. Dan politik kriminal juga berdampak dari pencurian dan perampokan banyak dilakukan oleh para pengangur maka pemerintah menyediakan program pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan bakat[14].
v  Kriminalistik, untuk mengunkap kejahatan menerapkan teknik pengusutan secara sciensitific.
2.      Kejahatan dan penjahat.
Kejahatan berasal dari kata “jahat’’yang artinya hasil ulah perbuatan manusia, yang mendapat awalan “ke’’dan sisipan jahat dan akhiran “an’’ sehingga menjadi kejahatan.
Penjahat adalah manusia yang melakukan aksi berbuat jahat secara langsung pada sesuatu hal kata penjahata berasal dari kata “jahat’’ dan awalan pen yang berarti manusia
3.      Keberhasilan dalam persidangan di pengadilan RDTL.
1. a. Keberhasilan.
Keberhasilan Berasal dari kata “Hasil’’ yang berarti seuatu yang di adakan, di buat dan di jadikan oleh usaha lalu mendapat awalan “ke’’ dan sisipan “ber’’ dan akhiran “an’’ sehingga menjadi kata keberhasilan.
 Dari uraian tersebut di atas dapat di simpulkan bahwa keberhasilan adalah segala sesuatu yang di adakan untuk mendapatkan atau perolehan akibat dari sesuatu perbuatan yang di lakukan sesuai tujuan yang di programkan.
1. b. RDTL.
Timor- Leste sebuah pulau yang terletak ke timur dari Asia timur jauh. Menurut Muhammad Afandi dalam buku kamus bahasa Indonesia moderen di katakana bahwa; yang di maksud Timur[15]. Salah satu arah matahari terbit dekat jauh tengah dekat Negara –Negara Asia yang dekat benua Eropa dan antara timur dan Negara yang terletak Negara timur. Oleh karena itu pengertian Timor Leste adalah sebuah pulau terkecil yang terletak di antara tenggara Negara-negara Asia timur jauh berarah dengan matahari terbit. Dalam buku kamus lengkap bahasa Indonesia mengatakan bahwa; “Democrat berarti penganut (pengikut) paham demokrasi yaitu, bentuk pemerintah yang segenap rakyat turut serta memerintah dengan perantara pemerintahan rakyat’’. Jadi democrat berarti Negara menganut paham demokrasi dimana sistem pemerintahan segenap rakyat turut serta dalam mengatur jalanya proses pemeritahan Negara dengan perantara melalui wakil-wakilnya yang duduk dalam lembaga tertinggi Negara.
Republik adalah bentuk pemerinta yangberkedaulatan rakyat dan di kepalai oleh seorang presiden.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat di kemukakan bahwa republik berarti Negara menganut sisti kedaultan rakyat yang di atur secara langsung seorang presiden berdasarkan hasil pulihan rakyat. Berdasarkan pada ketiga teori yang di kemukakan di atas bahwa, republic democrat Timor- Leste adalah  sebuah Negara terkecil yang terletak di tenggara Asia timur jauh yang bentuk pemerintahanya menganut sistim demokrasi, dimana rakyat turut serta dalam mengatur proses jalanya pemerintahan Negara melalui wakil-wakilnya yang duduk di lembaga terpimpin secara langsung oleh seorang presiden dan perdana mentri
Professional dalam penangan kasus perkara pidana bermaksud adalah; profesi atau kepandaian khusus untuk menjalankan tugasnya .misalnya (defensor publik). Sedangkan menurut Jalaludin Rahmat mengemukakan bahwa; Profesional adalah; kegiatan dalam bidang pekerjaan yang di landasi dengan pendidikan keahlian tertentu[16].
Dan menurut Rustan Efendi mengatakan bahwa Keprofesional seseorang akan di lihat apabila suatu tugas yang di selesaikan olehnya dalam waktu yang relative singkat dan mengunakan teknik keahlian yang tinggi[17].
Dari pendapat di atas dapat di kemukakan bahwa untuk menentukan keprofesional seseorang dapat melakukan melalui tiga prinsip utama yaitu;
1.      Melalui kemampuan profesi sejak di perguruan tinggi pada fakultas hukum tentang persidangan proses perkara pidana.
2.      Mendekatkan diri pada pendidikan praktis
3.      Mengambil skil atau pengalaman dari orang lain yang lebih dewasa.
Proses adalah; perlakuan yang di perbuat untuk memproses seuatu agar bisa melaksanakan dengan baik dan seksama. Misalnya perhatian dokumen dalam persidangan kasus.
Berdasarkan pendapat ini bahwa untuk melakukan sesuatu pekerjaan atau kegiatan yang menyangkut bertanggungjawaban diproses terlebih dahulu sebelum melaksanakan dalam inti kegiatan yang bermaksud, hal ini pun tidak terlepas dari profesi atau keahlian pekerjaan.
Dalam mendefinisikan hal ini penyusun telah mengambarkan beberapa pendapat dari berbagai ahli yang telah menjelaskan arti daripada tiap-tiap point yang ada.
2. C. PENGERTIAN DASAR DALAM HUKUM PIDANA
  Berawal dari hukum yang merupakan gejala kemasyarakatan atau sebagai bagian dari adat atau kebiasaan yang menghendaki keterangan secara Ilmiah dan memandang hukum sebagai keseluruhan hukum, dan hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana di ancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan, dengan memiliki legalitas pada UUD konstitusi RDTL pasal 31 tentang penerapan undang-undang hukum pidana dan pasal 34 tentang jaminan-jaminan dalam proses persidangan pidana dan diartikan dalam difinisi Prof. Pompe Untrecht Nederland[18]. Hukum pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa seharusnya dijatuhi pidana dan apakah macamnya pidana itu.  Secara dogmatis yang bersifat tradisional dapat di katakan bahwa dalam hukum terdapat permasalahan berupa, perbuatan yang terlarang, merupakan perbuatan melawan hukum dengan ukuran sifat yang melawan hukum.
2. D.  Pokok-Pokok Hukum Pidana Dalam Perbuatan Pidana 
Sesuai dengan Delik sebagaimanan di tentukan didalam undang-undang dan hubungan di dalam Hukum pidana Nasional yang dapat menampun aspirasi masyarakat Timor-Leste secara tradisi dapat dijadikan pegangan dalam memanfaatkan berbagai teori hukum pidana dalam memberikan batasan tentang pengertian faktor daminan, filsafat hukum yang memang dapat menjawab dengan sempurna dan memuaskan tentang apakah hukum itu, apakah keadilan, karena yang mendominasi sifat melawan hukum dalam perbuatan pidana adalah fakta dan keadaan, yang berisikan ketidak puasan dengan keadaan masyarakat dari sifat  melanggarnya ketentuan undang-undang atau Norma-Norma atau kenyataan-kenyataan yang berlalu dalam masyarakat dengan konsekuensi dari pada pendirian yang mengakui bahwa sifat melawan hukum  selalu menjadi unsur tiapa-tiap delik.
Dalam batasan perbuatan yang terlarang dari hukum pidana atau merupakan bagian dari hukum publik:
1.      Atauran umum hukum pidana dan larangan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu yang di sertai dengan ancaman sanksi berupa pidana bagi yang melangar larangan itu.
2.      Syarat-Syarat tertentu yang harus di penuhi/harus ada bagi si pelanggar untuk dapat di jatuhkannya sanksi pidana yang di ancam pada larangan perbuatan yang di larangnya.
3.      Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau harus di lakukan Negara melalui alat-alat perlenkapannya (polisi, Jaksa, Hakim), terhadap yang disangka dan didakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha Negara menentukan, menjatuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya, serta tindakan dan upaya-upaya yang boleh dan harus di lakukan oleh tersangkah/terdakwa pelanggar hukum tersebut dalam usaha melindungi  dan mempertahankan hak-haknya dari tindakan Negara dalam upaya menegakan hukum pidana tersebut.
2. E.  KLASIFIKASI HUKUM PIDANA DALAM KEJAHATAN
Kejahatan (Misdrijven) merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum atau Norma kehidupan di dalam masyarakat, menurut M.V.T. (Smidt I Hal. 63). Kejahatan adalah delik yaitu perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak di tentukan dalam Undang-Undang, sebagai perbuatan pidana, telah di rasakan sebagai onrecht, sebagai, perbuatan yang bertentengan dengan tata hukum atau sifat umum daripada tindak pidana atau yang lebih berat dari pelanggaran, dengan demikian bentuk kejahatan adalah suatu kesalahan dari kesengajaan atau kealpaan yang di perlukan perbedaan dalam acara mengadili[19].
Dalam pidana bagi kejahatan adalah yang berhubungan dengan delik dolus yaitu adanya kesengajaan yang terdiri dari melakukan sesuatu perbuatan yang dilarang oleh aturan-aturan pidana misalnya dalam kodigu prosesu penal (KPP) Timor Leste pasal 12, ayat (2b) yang mengatakan mengadili kasus berhubungan dengan tindak pidana dilakukan oleh hakim pada tinkat pertama atau jaksa penuntut umum[20].
2.   F.  PENGERTIAN TINDAK PIDANA.
Pidana berasal dari kata straf (Belanda) yang ada kalanya di sebut dengan istilah hukuman dengan didefisinisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja di jatuhkan di beri oleh Negara pada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatanya yang telah melanggar larangan hukum pidana, secara khusus larangan dalam hukum pidana ini disebut sebagai tindak pidana (staf baar feit) seperti yang tertulis.
Pada UUD konstitusi RDTL pasal 31 tentang penerapan undang-undang hukuman pidana ayat (2) yang mengatakan[21], tidak seorang pun dapat di adili dan di hukum atas suatu tindakan yang tidak dinyatakan dengan undang-undang sebagai pelanggaran pidana pada saat tindakan dilakukan, atau mengalami tindakan-tindakan pengamanan yang tidak di atur secara jelas dengan undang- undang yang telah berlaku, penetapan undang-undang ini merupakan wujud penderitaan yang dapat di jatuhkan oleh Negara serta di tetapkan dan di atur secara rinci, baik mengenai batasan-batasan dan cara menjatuhkannya serta di mana dan bagaimana cara menjalankannya, dengan demikian batasan tentang pengertian tindak pidana pada dasarnya sama artinya antara tindakan dan pidana yaitu penderitaan serta dalam penguraianya dapat di bedakan antara kecil atau besarnya penderitaan pada tindakan yang di akibatkan oleh penjatuhan pidana.
2. G. PENGERTIAN PEMERKOSAAN
Suatu peristiwa hukum dengan di katakan tindak pidana yang adanya timbul suatu akibat dalam suatu kejadian yang dapat mengakibatkan kekecewaan dalam paksaan bagi orang lain  atau terdapat unsur-unsur perbuatan yang di larang oleh undang-undang atau hukum bahwa kelakuan orang itulah yang menjadi musbab kekecewaan, maka sudah barang tentu yang  merupakan delik itu perbuatan melawan hukum dan akibat perbuatan itu dan di ancam dengan hukuman karena adanya suatu kelakuan dengan suatu akibat, misalnya kelakuan orang itulah yang menjadi musabab dari matinya seseorang,  maka tentang akibat dan hubungan kasual dapat di tentukan serta di pertanggung jawabkannya, sesuai dalam kodigu penal (KUHP) pasal 171 dan 172 yang mengatakan, barang  siapa memaksa orang lain dengan ancaman oleh kelalaian, memperkosa orang lain, dan di hukum dengan sampai lima (5)-15 tahun penjara atau denda[22].
     Tipe-tipe pemerkosaan:
1.      Pemerkosaan dengan suatu paksaan.
Pemerkosaan yang dilakukan oleh sesorang di luar perkawinan yang belum siap nikah dengan mengunakan suatu paksaan hubungan seksual.
2.      Pemerkosaan usia dewasa.
Pemerkosaan yang di lakukan oleh sesorang dengan orang lain yang sederajat usia dewasa diatas18 tahun yang terjadi pada pendapat dalam hubungan seksualitas normal mendapat hukuman 5sampai 15 tahun
3.      Pemerkosaan di bawah umur.
Pemerkosaan yang di lakukan oleh seseorang dibawah umur belasan 14-s/d16 tahun mendapat hukuman5s/d 15 sesuai dengan KUHP TL.pasal 177, ayat 2 abuzu seksual menoridade
4.      Pemerkosaan atas dorongan orang lain (autor moral)
Pemerkosaan yang dilakukan oleh orang lain atas suruhan atau dukungan orang lain dalam kegiatan hubungan seksual pada pasaln 180 ayat1 KUHP.Timor Leste.
5.      Pemerkosaan dengan tidak sengaja.
Pemerkosaan yang di lakukan dengan tidak terencana.
2. H. TUGAS KEPOLISIAN
Peranan kepolisian Negara dalam menjalankan Tugas Negara sebagai pemelihara kambtimas juga sebagai aparat penegak hukum dalam proses pidana yang langsung berhadapan dengan masyarakat dan pejabat, sesuai Dicreito Lei pasal 2 ayat (2b) yang mengatakan dalam rangkah tetap tujuan sebagaimana didefenisikan dalam undang- undang keamanan Nasional dan dalam rangka keamanan Internal kebijakan, dan tampa mengurangi kekuatan hukum yang timbul dari yang lain, sesuai ketentuan matadalan  Regulamentu PNTL nomor 2.0[23] tentang disiplin dan tanggung jawab, yang mengatakan legislasi tujuan fundamental dari PNTL dapat membangun mekanisme disiplin untuk berpartisipasi di dalam pembangunan Nasional serta berfungsi sebagai, dalam menjamin pemeliharaan ketertiban, keamanan dan ketenangan masyarakat sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam menjalankan tugas sebagai hamba hukum polisi senantiasa menhormati hukum dan  hak asasi manusia, karena fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintah Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertibaan masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayouman dan pelayanan masyarakat yang menggunakan kemampuan profesinya terutama keahlian di bidang teknis kepolisian dalam menjalankan profesinya wajib tunduk pada aturan internal kepolisian dan kode etik profesi sebagai landasan moral.
2. I. PERANAN MASYARAKAT.
Didalam pengimplementasian dan praktek pelaksanan hukum di dalam masyarakat khususnya hukum pidana, pada umumnya berpedoman pada UUD konstitusi RDTL yang merupakan Dasar Negara sesuai pasal 1 ayat (1)[24] yang mengatakan Republik Democratis Timor-Leste adalah Negara yang demokratis, berdaulat, merdeka dan bersatu, berdasarkan kekuatan hukum, keinginaan rakyat dan kehormatan atas martabat manusia, maka berperanya masyarakat turut mengatasi persamaan  asasi di dalam ketertiban masyarakat dan menjalankan  ketertiban hukum yang merupakan nilai-nilai, kaedah-kaedah dan pola-pola perikelakuan yang berkisar pada kebutuhan- kebutuhan pokok manusia dalam sosial masyarakat dengan memandang hukum pidana sebagai pencerminan daripada suatu sistim sosial karena bagaimana pun juga hal ini tidak dapat dilepaskan dari pada kehidupan masyarakat bahakan unsur mutlak dari kehidupan masyarak yang tertib, agar menjaga ketegangan sebagai perbedaan- perbedaan yang dapat menimbulkan terjadinya pelanggran tertentu.
2. J. POKOK-POKOK HUKUM PIDANA DALAM PERBUATAN PIDANA.
            Dari pandangan hukum pidana dalam ilmu hukum pidana dapat di rumuskan tindakan pidana atau delik yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk menentukan perbuatan-perbuatan, menentukan kapan dan dalam hal-hal apa yang menentukan dengan cara bagaimana pengunaan pidana itu, adalah hasil dari para ahli hukum dan ilmu hukum tentang kaidah-kaidah hukum dalam masyarakat dengan peranan lembaga- lembaga hukum dalam menjalankan fungsi hukum bagi kelompok-kelompok sosial dalam lapisan-lapisan sosial serta kekuasaanya, karena teori hukum pidana sebagai alat untuk mengubah masyarakat dan sarana pengantar perikelakukan pada batas-batas penggunaan hukum. Perbuatan pidana menurut Prof. Simons adalah kelakuan (handeling) yang di ancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab, dengan demikian terlihat bahwa pokok dalam perbuatan pidana adalah antara kelakuan atau tingkah laku dengan kesalahan yang mengadakan kelakuan tadi, hal ini di pertangung jawabkan atau perbuatan yang dapat di bebankan oleh pidana[25]. Pada unsur-unsur tindak pidana atau delik mempunyai keterkaitan dengan pokok dalam perbuatan pidana karena dalam tindakannya berhubungan dengan perbuatan dalam arti positif disengajakan atau kelalaian dalam arti negatif dan akibat efek yang timbul dari sebuah perbuatan serta yang menyankut keadaan, yaitu suatu hal yang menyebabkan seseorang di hukum berkaitan UUD konstitusi RDTL pasal 1 ayat (1) dengan waktu, delik formal dengan perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam peraturan pidana, delik materil yang  dilarang undang-undang pada pelanggaran terhadap keharusan yang diadakan oleh undang-undang (delicta Commissionis). Penjabaran yang dapat di kaitan dengan unsur-unsur tindak pidana dalam UUD konstitusi RDTL pasal 31 tentang penerapan undang-undang, hukum pidana ayat 2 yang mengatakan tidak seorang pun dapat diadili dan dihukum atas suatu tindakan yang tidak dinyatakan dengan undang-undang sebagai pelanggaran pidana pada saat tindakan dilakukan atau mengalami hukum penjara pidana, tindakan-tindakan pengamanan yang di atur secara jelas dengan undang-undang hukum Timor Leste[26].
Hukum pidana pada peristiwa hukum yang semuanya di atur oleh undang-undang pidana sebagai hukum tertulis dan di atur oleh pemerintah pada tiap- tiap perbuatan yang bertentangan dengan aturan hukum, yang patut di perhatikan dalam masyarakat untuk mengatur tata tertib pergaulan hukum yang berbentuk dari dasar pembentukan kesadaran hukum dan pandangan hukum, walaupun pada penilaian hukum oleh  masyarakat itu berbeda-beda namun hukum undang-undang memberikan kepastian yang lebih besar dan dalam arti mutlak, dan tentu tak dapat juga diberikan oleh undang-undang dalam pandangan masih terlalu samar sifatnya atau belum berbentuk suatu arti dalam penilaian kepastian peraturan atau hukum dalam pelaksanaanya.
2.      K. KLASIFIKASI HUKUM PIDANA DALAM ILMU HUKUM.
           Dengan suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan hukum tersebut di terapkan pada kompleks unsur-unsur Yuridis seperti paraturan hukum, asas hukum dan pengertian hukum yang masing-masing bagian harus dilihat dalam kaitannya dengan bagian-bagian lain dan dengan keseluruhannya. Berdasarkan kriterium fungsi hukum pidana dari pada keseluruhan hukum menyangkut peristiwa pidana pada kejadian unsur-unsur perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan di ancam dengan hukuman dan harus memenuhi syarat-syarat suatu peristiwa pidana seperti, harus ada suatu perbuatan, perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-undang, harus ada kesalahan yang dapat dipertanggung jawabkan, dan harus ada ancaman hukumannya. Hukuman pidana umum dapat disebut hukum pidana material (Het Gemeenestrafrecht) dan dapat dipakai istila hukum pidana sipil, hukum pidana termasuk hukum publik dengan alasan karena hukum pidana itu mengatur antara para individu sebagai anggota masyarakat dengan Negaranya. Menurut Prof. Simon pada penjabaran dalam sistim hukum pidana mengenai kepastian hukum secara tertulis semua ketentuan tentang hukum pidana di dalam suatu akibat undang-undang atau kodifikasi sudah jelas terjamin adanya kepastian hukum[27], oleh karena hukum pidana dalam fungsi menangulangi kejahatan merupakan bagian fungsi menangulangi kejahatan merupakan bagian dari hubungan penanganan kasus pidana dengan kualifikasi atas alasan-alasan  yang rasionil, sesuai dengan pandangan Van Hattum yang mengatakan bahwa jika pemberian arti tersendiri pada kualifikasi itu didasarkan atas alasan-alasan rasionil (masuk akal) ini dapat member manfaat dalam pengunaan hukum pidana[28].
  Kejahatan merupakan kelakuan yang merugikan (merusak) yang menimbulkan kegoncangan yang sedemikian besar dalam suatu masyarakat tertentu misalnya pembunuhan, sehingga masyarakat itu berhak mencela dan mengadakan perlawanan terhadap kelakuan tersebut dengan jalan menjatuhkan dengan sengaja suatu nestapa (penderitaan terhadap pelaku perbuatan).
Ø  Unsur perbuatan pidana yang mengandung kelakuan dan akibat yang timbul karena kelakuan dan akibat, untuk adanya perbuatan pidana biasanya di perlukan hal ikhlal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan, hal ikhlal di bagi dua golongan yaitu: Mengenai diri orang yang melakukan perbuatan dan yang mengenai di luar sipembuat.
Ø  Unsur-unsur yang memberatkan pidana sesuai kodiko ke prosesu penal pasal 59 ayat (1) yang mengatakam, status terdakwa diberikan kepada setiap orang yang menjadi subyek surat dakwaan yang di sampaikan dalam persidangan pidana[29].
Ø  Perbuatan yang tertentu sudah tampak dengan wajar atau benar, maka dalam merumuskan tentang tersangkah atu terdakwa dan terpidana yang tercantun dalam kodigo ke prosesu penal pasal 59 ayat (3)[30] yang mengatakan, status terdakwa di ciptakan melalui pemberitaan, secara lisan atau tertulis, yang di berikan kepada orang yang bersangkutan oleh pihak yudisial atau polisi, yang memberitahu orang tersebut.
Ø  Bahwa dia adalah  terdakwa dalam persidangan pidana, pemberitahuan itu harus memuat indikasi, dan kalau perlu, penjelasan tentang hak-hak prosedural orang tersebut dan kewajibannya sebagai terdakwa dan mengiendentifikasikan berkas perkara dan pembela kalau sudah ditunjuk.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1  METODE PENELITIAN
Metodologi berasal dari kata metodos dan logos yang berarti jalan ke.  Inti dari pada  metodologi  dalam  setiap penelitian hukum adalah menguraikan tentang cara bagaimana suatu penelitian hukum itu harus dilakukan.
Sedangkan menurut  Joko P. Subagyo  bahwa  penelitian adalah usaha  atau pekerjaan  untuk  mencari  kembali  yang dilakukan  dengan  suatu metode  dengan cara hati-hati, sistematis  serta sempurna  terhadap permasalahan, sehingga  dapat digunakan  untuk menyelesaikan  atau menjawab problemnya[31].
Penelitian hukum  pada dasarnya  merupakan suatu  kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan  untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu maka juga diadakan  pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian yang ditimbulkan didalam gejala yang di hadapi dalam hukum.
Sementara menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isi hukum yang dihadapi[32]. Hal itu sesuai dengan karakter prespektif hukum keberhasilan terhadap suatu penelitian yang baik dalam memberikan gambaran dan jawaban.
·         Terhadap permasalahan yang diangkat, tujuan serta manfaat penelitian sangat ditentukan oleh metode yang digunakan dalam penelitian.
a.       Penelitian longitudinal.
Penelitian terhadap kasus tindak pidana pemerkosaan secara berkelanjutan.
Mulai dari penangkapan dan investigasi, penahanan sementara dan sampai pada persidangan.
b.      Pendekatan silang.
Penelitian yang di lakukan terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan pada bagian Investigasi PNTL Sub-Distrik Baguia tentang subjek yang berbeda antara para pelaku dengan permasalahannya, namun sama persoalannya.
3.2. PENGUMPULAN DATA
Bertitik tolak dari permasalahan dengan melihat kenyataan yang terjadi dilapangan dan mengaitkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian penelitian ini menggunakan pendekatan empiris, yaitu pendekatan dengan melakukan penelitian lapangan dengan pengkajian serta analisis terhadap masalah atau faktor penyebab terjadinya tindak pidana pemerkosaan di Sub-Distrik Baguia. Untuk membahas permasalahan yang berkaitan dengan tindak pidana pemerkosaan di wilayah hukum Sub Distrik Baguia, maka penulis melakukan dengan Penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data secara langsung dari sumbernya mengenai permasalahan yang menjadi pokok bahasan penjatuhan hukuman tersebut. Penelitian Kepustakaan yakni data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan membaca buku-buku diteratur hukum, dan peraturan perundang-undangan lainnya.
3.3. WAWANCARA (INTERVIEW)
Untuk lebih memperjelas permasalahan yang penulis angka dalam perumusan masalah, maka selain penulis membaca dari kitab undang-undang hukum pidana Timor-Leste dan peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan permasalahan yang di angkat dalam penulisan skripsi ini, penulis berusaha untuk melakukan wawancara/tanya jawab dengan beberapa orang pimpinan atau sub. Pimpinan (komandan) PNTL Sub-Distrik Baguia terkait lainnya. Hal ini penulis lakukan untuk mengetahui lebih dalam, bagaimana penjatuhan sanksi tindak pidana, serta sejauhmana hambatan-hambatan yang terjadi tentang penjatuhan sanksi hukuman, ditinjau dari kitab undang-undang hukum pidana dalam perbandingan dengan realitas atau fakta yang sebenarnya. Wawancara dilakukan dengan menggunakan wawancara bebas terpimpin, yaitu memakai catatan-catatan pokok yang akan ditanyakan. Hal ini dimaksudkan sebagai pedoman agar wawancara tetap dapat dikendalikan dan tidak menyimpang dari arah yang telah ditetapkan, yaitu memperoleh data yang di perlukan.
3.4.     JENIS DATA ATAU BAHAN HUKUM.
Data primer.
Data tindak pidana pemerkosaan untuk Tahun sebelumnya, dari Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2012 berdasarkan arsip Data yang ada pada bagian Investigasi PNTL Sub-Distrik  Baguia, sebagai berikut:
·         Percobaan pemerkosaan 9 kasus.
·         Pembunuhan 4 kasus.
·         Penganiyaan tidak ada  kasus.
3.5.    SUMBER DATA ATAU BAHAN HUKUM.
Data Internal.
Bagian Investigasi merupakan salah satu bagian dari Struktur PNTL Sub- Distrik Baguia yang menangani masalah Kriminalitas dengan memiliki 5 (lima) anggota PNTL yang terdiri dari:
·         Komandan Investigasi 1 orang (Inspector da Policia)
·         Agente chefe 2 orang
·         Agente Principal 2 orang.
Data External.
Dari 5 Anggota PNTL dengan 1 (satu) Komandan Investigasi berpangkat Agente dan Policia, dapat melaksanakan tugas rutinnya berdasarkan kasus tindak pidana yang terjadi di Sub Distrik Baguia dengan mengadakan Investigasi di lapangan, apabila hal itu membutuhkan Data akurat tentang kejadian Kasus yang di maksud dan Investigasi yang di lakukan PNTL pada kantor di Sub- Distrik Baguia.
3.6.    LOKASI PENELITIAN
                 Sesuai dengan judul Skripsi tersebut, maka penulis melaksanakan lokasi penelitian pada kantor Polisi Nasional Timor Leste Sub- Distrik Baguia, sebagai aparart keamanan internal, karena tidak terlepas dari penangganan kasus tindak pidana pada umumnya, oleh karena itu penulis berpendapat dengan komitment bahwa, tempat penelitian untuk memberikan imformasi tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana yang terjadi di Sub Distrik Baguia terutama tindak pidana pemerkosaa dapat di peroleh secara akurat pada kantor tersebut.
3.7.    Proses Pengumpulan Data/Bahan Hukum.
Untuk memperoleh data yang akurat, penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
a.      Observasi
Yaitu suatu cara/teknik pengumpulan data penulis lakukan sebagai langkah awal dengan mengadakan pengamatan dan peninjauan secara langsung terhadap obyek penelitian, yaitu Institusi Polisis Nasional Timor-Leste Distrik Baucau sebagai tempat penelitian bagi penulis untuk mengumpulkan data yang akurat.
3.8 Proses Pengolahan Data/Bahan Hukum.
            Proses pengolahan data dapat mengunakan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a.       Penelitian sampel tentang kasus tindak pidana pemerkosaan dan pembunuhan berdasarkan laporan tahunan PNTL Sub- Distrik Baguia
b.      Menyortir jenis data sesuai dengan kebutuhan penulisan Skripsi.
c.       Dapat mengunakan sampel alternative yaitu, data-data lain yang berkaitan dengan penulisan Skripsi ini atau dapat mengadakan wawancara langsung.
3.9. Teknis dan Analisis Data.
a.      Metode Penulisan
Metode atau teknik Penulisan Skripsi ini adalah merupakan metode deduktif, yaitu suatu metode/teknik Penulisan, penulis menguraikan masalah yang bersifat umum untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat khusus (induktif).


b.      Metode Analisis Data.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih komprehensif dalam Penulisan Skripsi ini, penulis menggunakan metode analisis deskriptif (metode deskriptif analitis), yaitu analisis yang berupa uraian dengan menggabungkan teori-teori, peraturan perundang-undangan dan data-data serta informasi yang diperoleh dari wawancara dengan komandan PNTL Sub Distrik Baguia serta jajaran yang terkait, sehingga antara yang satu dengan yang lainnya saling mengisi dan melengkapi sesuai dengan pokok-pokok yang dibahas.















BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN
4. A. LETAK GEOGRAFIS SUB-DISTRIK BAGUIA.
Kecamatan Baguia berada di belakang gunung Matebean mane dengan garis batasnya utara berbatasan dengan kecamatan queliai, dan selatan berbatasan dengan Iliomar kebupaten Lospalos, dan timur berbatasan dengan Uatukarbau kabupaten Viqueque dan barat berbatasan dengan, Kecamatan Laga kabupaten Baucau dengan jumlah penduduk terdiri dari 13.508 hab. yang berasal dari 10 desa/suco di kecamatan Baguia.
     1. Kependudukan Kecamatan Baguia.
      Jumlah penduduk kecamatan Baguia sebagaimana yang tercantum di bawah ini;
NO
10 DESA
LAKI- LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
KETERANGAN
1.
Afaloicai
402
440
  842
Sumber data
2
Alawa atas
321
523
  844
Kec. Baguia
3
Alawa bawah
806
1435
2241

4
Osso-huna
306
432
  738

5
Hae-coni
987
2115
3102

6
Defawase
443
451
 894

7
Samalarai
1012
1114
2126

8
Lavateri
834
823
1657

9
Larisula
430
413
   843

10
Uacala
78
143
  221

JUMLAH
5619. habi
7889 habit.
13.508 hab






2. Struktur Pemerintahan Kecamatan Baguia.
            Structur ini sebagaimana yang telah di atur dalam pemerintahan kementrian dalam negeri (MEOT) urusan dalam negeri yang terdiri dari
No
Nama Structur Pemerintahan
Jenis kel
Umur
Jabatan kerja
Pendidikan
Alamat
 1
Antonio Dos Ramos
Laki
48
Kepala wilayah (Administrador)
SMA
Samalari
 2
Paulino S. Pinto
Laki
38
Wakil(OGL)
SMA
Osso-huna
 3.
Mariano Ximenes
Laki
45
Kap. Pem. (CDO)
SMA
Osso-huna
 4.
Felisiano A. F.
Laki
39
Urusan Pembanguan
SMA
Laga
 5.
Domingos Alves
Laki
35
Urusan Sosial (Animad)
SMA
Alawa bawah
 6.
Zeferino Alves
Laki
29
Ur. Pengairan (SAS)
SMA
Alawa bawah
 7.
Virgilio Salvador
Laki
38
Ur. Pertanian (Agricula)
SPP
Hae-coni
8.
Florindo X. Lobo
Laki
48
Ur. Kehutanan

Samalari
9.
Gregorio R. Ramos
Laki
40
Sicurity, Kec.
SMA
Samalari
10
Sabino Pereira
Laki
40
Sicurity Kec.
-
Hae-coni
11
Francisco Menezes
Laki
50
Sicutrity
-
Alawa  B.

3. Struktur Kepolisian Kecamatan Baguia
Jumlah anggota dan kepemimpinan kepolisian kecamatan Baguia sebagan berikut:
No
 Nama peserta
Jenis Kel.
Jabatan
Umur
Pendidikan
Pangkat
Alamat
1
Aleixo Simoes X.
Laki
Komd.
43
SMA
Agente inspct
Alawa Leten
2
Aquelina G.Pinto
Per
Adjunto
45
SPP
Agente
Haeconi
3
Armindo Das Neves
Laki
Cef.Inves
47
SMA
Agente
Samalari
4
Maria alves
Per
Logistik
37
SMA
Agente
Alawa-bawah
5
Aquelina Simoes
Per

40
SMA
Agente
Alawa atas
6
Martinha Guteres
Per

39
SMA
Agente
Defawase
7
Matias Pinto
laki
Hummas
Laki
SMA
Agente
Afloicai



4.     B. Luas Wilayah Kecamatan Baguia
Utara antara Distrik Lospalos berkisar 864, 6 km2.
Selatan antara Sub- Distrik Quelicai berkisar 288, 2 km2.
Barat antara Sub- Distrik Uatucarbau distrito viqueque berkisar 296, 2 km2.
Timur antara Sub- Distritu Laga berkisar 280, 2 km2.
4. C. Faktor-Faktor Penyebabkan Terjadinya Tindak Pidana Pemerkosaan di Sub- Distrik Baguia
Manusia pada dasarnya ingin hidup berkelompok, yang dicetuskan oleh Aristoteles bahwa manusia adalah Zoon Politicon, yang artinya manusaia adalah makhluk social, ia sebagai seorang pribadi mempunyai kehendak bebas, tapi ia manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup menyendiri tanpa manusia yang lain. Hal ini secara kodrat alam terjadi demikian, karena siapa pun, kapan di mana pun juga seorang manusia berada pada posisinya sebagai makhluk social, ia tidak dapat menghindar dari kodratnya sebagai makhluk social.
Seiring dengan perubahan zaman dari waktu ke waktu, atau dengan kata lain dengan dinamika zaman, egoisnya manusia secara pribadi ataupun secara kelompok yang mencari popularitasnya, acap kali lupa akan statusnya dan kodratnya sebagai makhluk social yang tidak dapat terasing dari manusia yang lain, sebagaimana telah dicetuskan oleh Aristoteles di atas. Kehidupan bersama terdesak jauh keluar dari kekerabatan yang telah terbina dalam kurung waktu yang cukup lama, karena terdorong oleh rasa ingin mencoba sesuatu yang baginya harus dilakukan, begitu genjinya tidak dapat dipadamkan oleh hati nurani sebagai manusia yang beradab dan bermoralitas. Ego manusia sebagai pribadi maupun sebagai kelompok dalam suatu organisasi selalu mengalahkan nuraninya pribadi sebagai makhluk soasial, lantaran kekuatan itu muncul bukan karena kekuatan individu, namun kekuatan yang terkumpul dari rasa takut melebur menjadi satu, maka terciptalah suatu kekuatan, yang biasa disebut keberanian. Meleburnya kekuatan semacam inilah terdorong nafsu kebersamaan untuk melakukan sesuatu baik terencana maupun secara spontanitas menjurus ke hal-hal yang positif maupun segi-segi negative. Jika ditinjau dari kacamata ilmu kriminologi intensitas untuk menjurus ke hal-hal yang negative sering akan mendominasi untuk melakukan tindakan yang melawan hukum.
Dalam kehidupan bermasyarakat, baik itu masyarakat terkecil yang disebut masyarakat familia maupun masyarakat dalam arti luas, yang disebut organisasi Negara, apapun bentuk negaranya selalu meninginkan kedamiaan dan ketertiban sebagai salah satu kewajiban yang tidak dapat dielakan oleh bangsa mana pun juga dalam pemerintahannya. Oleh karena itu, peranan pemerintah dan peran serta masyarakat sebagai faktor utama dalam penanggulangan segala macam tindak pidana yang terjadi secara terencana maupun secara spontan, merupakan tugas dan tanggung bersama sebagai anak bangsa.
Setuju atau tidak, percaya atau tidak, wajar atau tidak wajar, harus kita akui bahwa bangsa Timor-Leste sebagai Negara yang masih muda lahir didalam yang tua, menantang kita untuk berpacu dengan waktu, dalam berbagai sektor kehidupan berbngsa dan bernegara. Untuk menjawab semuanya ini, kita kembali kepada tatanan hukum daripada bangsa itu sendiri, tidak terlapas dari penegakan hukum dari aparatur Negara dan Pemerintah.
Bertitik tolak dari hal itu, hasil penelitian yang dilakuan oleh penulis pada kantor PNTL Sub-Distrik Baguia, menunjukan bahwa yang menjadi faktor penyebab terjadinya tindak pidana pemerkosaan diSub -Distrik Baguia adalah akibat dari minuman keras, penganguran dan dari berbagai aliran perguruan beladiri yang ada di Distrik tersebut, atau faktor rasa sosial antara sesama perguruan sehingga dapat di anggap sebagai suatu alasan untuk menimbulkan suatu akibat hukum yang dapat di buktikan dalam rumusan delik dengan unsur melawan hukum serta konsekwensi untuk kemampuan mempertanggung jawabkannya.
Hasil penelitian yang penulis diperoleh di lapangan tentang kriminal antara pemerkosaan di luar perkawinan dan ancama pembunuhan adalah sebagai yang terdata pada tabel di bawah ini.

Tabel 1: Daftar Kasus Tahun 2008 s/d 2012
No
Daerah dan
Desa/Suko
Kelompok /
Pelaku
Tahun
Tindak
Hukum
Keterangan
1
Alawa Craik
Pembunuhan
Anak aborsi
2010
Masih dalam proses hukum
Belum terungkap para tersangka (pelaku) karena tidak ada saksi mata.
2
Samalari
Pemerkosaan
2011
Sudah  proses di pengadilan
Di proses berdasarkan UU.yang berlaku dan di tetapkan / diputuskan oleh hakim pengadilan distrik baucau.
3
Alawa Leten
Pembunuhan
2010
Masih dalam proses hukum
Belum terungkap para tersangka (pelaku) karena tidak ada saksi mata.
4
Larisula
Pemerkosaan
2010
Proses sudah selesai
Penyelesaian secara adat istiadat/keluarga
5
Defawase
Pembunuhan pemerkosaan
2010
Masih dalam proses hukum
Ter bukti (pelaku) sedang di pengadilan hukum Dili.
6
Wacala
Pemerkosaan
2010
Masih dalam proses hukum
Belum terungkap para tersangka (pelaku) karena tidak ada saksi mata.

7
Lavateri
Pembunuhan pemerkosaan
2011
Masih dalam proses hukum
Belum terungkap para tersangka karena tidak ada saksi mata

8
Afaloikai
Pemerkosaan

Tidak ada
Belum ada kejadian

9
Osso-Huna
Pemerkosaan
2010
Masih dalam proses hukum
Sedang dip roses di pengadilan distrik Baucau
10
Hae-coni
Pemerkosaan
2012
Sudah selesai
Secara family

Dapat disimpulkan sementara dari tabel hasil penelitian tersebut, bahwa sesuai dengan permasalahan tindak pidana pemerkosaan ini maka dilihat dari proses hukum yang ada di Distrik Baucau belum mencapai maksimal oleh karena faktor keterbukaan dan birokrasi proses hukum yang panjang.




Tabel 2: Daftar Kasus Menurut Daerah Desa
No
Tahun
KECAMATAN BAGUIA


Alawa craik
Sama
lari
Lava
teri
Defa
wase
Uacala
Hae
coni
Osso huna
Lari
sula
Afaloi
cai
Alawa leten
Total
Ket
1
2010
2
1
1
2
1
-
-
-

2
9

2
2011
-
-
1

-
-
-
1
-
-
2

3
2012
-
-
-
-
-
1
-
-
-
-
2

Total
2
1
2
2
1
1
-
1

2
13


Dapat disimpulkan sementara tentang tabel tersebut bahwa Pertumbuhan penduduk di ikuti dengan sosialisasi Undang-Undang Negara Timor-leste yang belum mencapai pergertian hukum secara rril pada tingkat basis yang perlu pemahaman secara kontinu agar dapat menjamin kestabilan hukum.
3. Grafik.











Tabel 4: Data Kasus Menurut Tingkat Pendidkian Tahun 2008 s/d 2012
NO
Daerah wilayah
Umur rata-rata
Pendidikan Terakhir
Status keluarga
Ket.
Tidak sekolah
SD
SMP
SLTA
Universitas
Kawin
Belum Kamwin

1
Alwa craik
27s/d 35
X
-
-
X
-
X


2
Alawa leten
30 s/d 40
X
-
-
X
-
X

3
Sama lari
23 s/d 55
X
-
-
-
-
X

4
Defawase
35 s/d 45
X
-
-
-
-
X

5
Uacala
39 s/d 49
X
-
X
-
-
X

6
Larisula
22 s/d 30
X
-
-
-
-
X

7
Afaloicai
28 s/d 37
X
-
-
X
-
X

8
Osso huna
25 s/d 35
X
-
-
-
-
X

9
Haeconi
25 s/d 40
X
-
-
X
-
X

10
Lavateri
30 s/d 40
X
-
-
-
-
X


    Dapat disimpulkan dari tabel ini bahwa di ilihat dari status pendidikan pada tabel ini mengambarkan bahwa pengetahuan dan pemahaman jauh lebih rendah oleh karena faktor pendidikan yang mempengaruhi tingkat kesadaran hukum dan pada kehidupan sosial di dalam Masyarakat.
 Tabel  5. Kasus Pemerkosaan Di Tiap-Tiap Suko Tahun 2008/2012.
a.      Alawa Craik dan Alawa Leten.
Jenis tindak pidana
Alawa kraik
Alawa leten
Total
Ket.
Tahun
Tahun
08
09
10
11
12
08
09
10
11
12
Pemerkosaan
-
-
1
-
-

-
1
-
-
2

Percobaan pembunuhan
-
-
1

-
-
-
1
-
-
2

Penagniyaan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-

Total
-
-
2




2


4


Dapat disimpulkan bahwa, lilihat dari perbedaan tindak pidana yang ada pada tabel ini secara estastistik tindak pidana di Suco Alawa- Craik dan Alawa -Leten mengalami penurunan, terlihat padana tahun 2008 - 2012 yang mengalami penurunan secara berarti.
b.      Uacala dan Defawase 2008/2012
Jenis Tindak Pidana
Uacala
Defawase
Total
Keterangan
Tahun
Tahun
08
09
10
11
12
08
09
10
11
12
Pemerkosaan
-
-
1

-
-
-
1
-
-
2

Percobaan pembunuhan
-
-
-
-
-
-
-
1
-
-
1

Penganiyaan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-

Jumlah Total
-
-
1
-
-
-
-
2
-
-
3


Dapat disimpulkan bahwa lilihat dari perbedaan tindak pidana yang ada pada tabel ini secara estastistik tindak pidana di Suco Uacala dan Defawase megalami penurunan, terlihat pada tahun 2008 - 2012yang mengalami penurunan secara berarti.
c.       Lavateri dan Samalari 2008/2012.
Jenis Tindak Pidana
Lavateri
Samalari
Total
Keterangan
Tahun
Tahun
08
09
10
11
12
08
09
10
11
12
Pemerkosaan
-
-
1
-
-
-
-
1
-
-
2

Percobaan pembunuhan
-
-
1
-
-
-

-

-
1

Penganiyaan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-

Jumlah Total


2
-
-
-

1

-
3


Dapat disimpulkan bahwa, diilihat dari perbedaan tindak pidana yang ada pada tabel ini secara estastistik tindak pidana di Suco Lavateri dan Samalari megalami penurunan, terlihat pada tahun  2008 - 2012 yang mengalami penurunan secara berarti.

d.      Larisula dan Afaloicai 2008/2012.
Jenis Tindak Pidana
Larisula
Afaloicai
Total
Keterangan
Tahun
Tahun
08
09
10
11
12
08
09
10
11
12
Pemerkosaan
-
-
1
-
-
-
-
-
-
-
1

Percobaan pembunuhan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-


Penganiyaan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-


Jumlah Total
-
-
1
--
-
-
-
-
-
-
1


Dapat disimpulkan bahwa, di lihat dari perbedaan tindak pidana yang ada pada tabel ini secara estastistik tindak pidana di Suco Larisula dan Afaloicai megalami penurunan, terlihat pada tahun 2008-2012 yang mengalami penurunan secara berarti.

e.       Osso Huna dan Hae-coni 2008/2012.
Jenis Tindak Pidana
Osso huna
Hae-coni
Total
Keterangan
Tahun
Tahun
08
09
10
11
12
08
09
10
11
12
Pemerkosaan
-
-
1
-
-

-
-
-
1
2

Percobaan pembunuhan
-
-
-
-
-
-
-
-
-



Penganiyaan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-


Jumlah Total
-
-
1
-
-
-
-

-
1
2


   Dapat disimpulkan bahwa, di lihat dari perbedaan tindak pidana yang ada pada tabel ini secara estastistik tindak pidana di Suco Osso huna dan Hae coni megalami penurunan, terlihat pada tahun 2008-2012 yang mengalami penurunan secara berarti.



4. D. Perana Kepolisian Sub Distrik Baguia Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Mencegah Tindak Pidana Pemerkosaan.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sangat diharapkan peran serta dari semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali, tidak membeda-bedakan jenis kelamin, rasa suku dan agama, wajib beperan dalam ikut serta membela negara. Membela Negara tidak dalam arti semua masyarakat harus memangkul senjata, namun membela negara dalam arti umum, bahwa setiap warga negara berkewajiban memberikan informasi baik secara lisan maupun tulisan kepada negara apabila negara dalam keadaan ancaman bahaya baik dari dalam maupun dari luar, ini bagian kewajiban daripada membela negara, sebagai warga negara. Dalam UUD pasal 40, yang mengatakan bahwa, Setiap orang atas kebebasan mengeluarkan pendapat serta hak untuk memberikan informasi serta untuk diberitahu informasi secara tidak memihak. Penggunaan hak kebebasan mengeluarkan pendapat dan kebebasan atas informasi tidak dapat di batasi oleh jenis penyensoran apapun. Penggunaan dan kebebasan yang disebut dalam pasal ini akan diatur oleh undang-undang, berdasarkan kewajiban untuk menghormati UUD RDTL dan martabat manusia. Sedangkan kepolisian dan angkatan keamanan ketertiban dalam pasal 147 Konstitusi RDTL mengatakan bahwa, ayat (1) Polisi akan membela keabsahan demokratis dan menjamin keamanan dalam negeri bagi semua warga Negara dan akan bersifat sama sekali tidak memihak, pencegahan kejahatan wajib dilaksnakan dengan tetap menghormati hak-hak asasi manusia[33].
Undang-undang akan menetapkan aturan dan peraturan bagi kepolisian dan angkatan keamanan lainnya.
Jika diamati dari kedaulatan pasal dalam Konstitusi RDTL di antaranya menunjukan bahwa, peranan masyarakat dan sebagai salah satu unsur yang penting dalam membela Negara yang tidak dapat dielakan lagi oleh siapaun juga sebagai warga negara bangsa Timor Leste. Peranan aparat kepolisian sebagai keamanan internal terdapat dalam praktek administrasi negara dalam arti tertulis maupun tidak tertulis dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kapasitasnya sebagai bagian dari warga masyarakat yang mempunyai tugas dan tanggung jawab, dalam realitas kehidupan selalu hadir dan berbaur ditengah-tengah masyarakat. Tugas dan tanggung jawab yang telah diamanatkan dalam kodigo penal  RDTL pasal 147, untuk meneruskan dasar hukum tersebut maka dibentuklah undang-undang nomor 13 tahun 2004 tentang hukum yang merupakan peraturan-peraturan yang hidup dan bersifat memaksa berisikan suatu perintah, larangan atau izin untuk berbuat sesuatu dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat, sebagai petunjuk dasar bagi aparat penegak hukum untuk mengartikan pada pidana yang merupakan kesimpulan dari Kodigu ke prosessu penal atau kumpulan kitab-kitab yang di buat oleh badan-badan resmi berisi peraturan yang bersifat memaksa dan berbentuk perintah atau larangan bagi yang melalaikan atau melanggar akan di berikan sanksi dan peraturan tersebut berlaku bagi seluruh warga[34].


Timor Leste, karena dari pandangan hukum secara pisikologis hukum merupakan bagian integral dari kehidupan manusia bersama dengan konsekuensinya bertitik tolak pada penghormatan dan perlindungan manusia, jadi itu terdapat dalam masyarakat manusia, dalam setiap masyarakat selalu ada sistem hukum, ada masyarakat ada hukum dengan pengertian komplementer sebab di kemukakan bahwa manusia adalah zoon politikan antara manusia dengan masyarakat selalu makhluk sosial yang harus hidup berkelompok.
Pergaulan hidup manusia diatur oleh pelbagai macam kaidah atau norma, yang pada hakekatnya bertujuan untuk menghasilkan kehidupan yang tertib dan tentram dapat menghasilkan nilai-nilai yang bersifat maupun negatif, sehigga manusisa mempunyai konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang baik dan harus di anuti dan mana yang buruk dan harus di hindari, sikap manusia pada umumnya, kemudian membentuk kaidah oleh karena manusia cenderung untuk hidup teratur dan sepantasnya menurut manusia, prinsip yang demikian
Pada dasarnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, peran serta masyarakat dalam prosese pembangunan merupakan satua kewajiban dan keharusan bagi setiap warga masyrakat. Kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar dalam hal ikut serta menertibkan masyarakat melalui banyak cara.
Bahwa pada intinya siapa pun juga dimana pun juga ia berada konstribusinya sebagai manusia dan sebagai warga negara sangat mendukung dalam proses pembangunan dari berbagai sudut pandang. Jika kita kembali kepada kepentingan umum yang sebagai salah satu syarat mutlak suku tidak suka harus dijungjung tinggi dari pada kepentingan individu atau golongan, maka peranan dalam bentuk apan pun juga dari masyarakat sebagai anak bangsa sangat menentukan masa depan bangsa ini secara keseluruhan.
Hasil penelitian lapangan menunjukan bahwa peran serta masyarakat Sub Distrik Baguia dalam pennegahan tindak pidana pemerkosaan yang terjadi selama ini kecamatan Baguia, penulis mencoba untuk melakukan wawancara langsung dengan beberapa orang responden dengan hasil bahwa, Melapor kejadian perkara pihak yang berwajib (Polisi) dan ikut menenangkan kondisi linkungan.
Memberikan kesadaran hukum. Peranan masyarakat dapat menerima dan mengakui undang-undang pada kodigo prosesu penal dan kodigu penal sebagai undang- undang sah dan yang berlaku di negara Timor -Leste.
Memberikan sanksi hukum adat. Peranan hukum adat dapat berfunsi apabila aparat hukum pemerintah tidak menyelesaikannya secara hukum dalam undang- undang, namun selama ini di selesaikan secara hukum yang ada dalam undang- undang pemerintah Timor- Leste yaitu:  Melalui pengadilan Distrik Baucau.
 

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pada rumusan masalah yang penulis kemukakan, setelah diadakan pengkajian pada tinjauann teortitis dan dengan ditunjang pada hasil-hasil penelitian, maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut:
1.      Bahwa tindak pidana pemerkosaan di Sub-Distrik Baguia di picu oleh antara berkelompok perguruan Beladiri, para pemuda pengangur, putus sekolah dan usia dewasa yang memiliki permasalahan kultural yang sering terjadi pada gelirannya dapat meresahkan masyarakat Sub-Distrik Baguia. Meraka belum memahami ketentuan dan aturan di dalam Undang-undang hukum yang berlaku dan norma sosial itu sendiri, selain dari pada itu ada juga faktor-faktor external yang dapat mempengaruhi pemikiran secara individual serta pengendalian diri untuk menciptakan sistim pemahaman hukum dan kaidah-kaidah atau norma-norma yang hidup di tengah-tengah masyarakat secara utuh.
2.      Dalam kehidupan masyarakat baik itu masyarakat kecil atau pun masyarakat dalam kelompok besar pada suatu negara selalu mengutamakan kedamaian dan persatuan serta ketertibaan yang di angap sebagai kewajiban dari setiap warga Negara untuk sama-sama berpacu dalam berbagai sektor guna menentukan komitment bangsa ke masa depan yang lebih baik dengan memperdulikan tatanan hukum yang berlaku secara sah.
3.      Peranan masyarakat dalam ikut membela Negara wajib dijunjun tinggi karena hal ini berdasarkan konstitusi RDTL yang memiliki dasar pemahaman warga negara yang bertanggung jawab dan konsekuwen dengan komitmen Negara.
4.      Peranan aparat penegak hukum dalam arti kepolisian Negara yang berhadapan langsung dengan masyarakat, sebagai keamanan Internal Negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya selalu berpegan teguk pada dasar hukum yang berlaku agar  realitas kehidupan di dalam masyarakat dapat memberikan reputasi yang baik bagi pemerintah Timor- Leste.
5.      Penyepurnaan norma-norma kehidupan masyarakat dengan aturan yang ada kaitannya dengan segala macam bentuk permasalahan pemerkosaan dan pembunuhan dalam menyikapi hukum dasar tertulis yang ada pada Kodigo prosseso penal dan undang-undang atau aturan-aturan yang tertuju pada komitmen bangsa dengan prinsip-prinsip kemasyarakatan secara rasional dalam ikut berperan pada pembangunan bangsa Negara Timor-Leste.
5.2. Saran
Bertitik tolak dari uraian latar belakang masalah di atas dari hasil penelitian lapangan bahwa dari analisis kesimpulan tersebut penyusun memberikan beberapa saran sebagai berikut;
1)      Di dasari bahwa selama peranan polisi di pihak keamanan harus menegagkan hukum untuk menjaga kestabilan dan kesejahateran masyarakat dalam negeri untuk mencapai kemakmuran bangsa dan Negara.
2)      Pemerintah ikut memonitoring segala persyaratan atau ketentuan yang ada pada undang-undang atau konstitusi dan menegakan aturan-aturan hukum yang berlaku di Negara RDTL.
3)      Di ketahui bahwa kendala utama dalam pengaruhnya perkembangan kriminal adalah media masa dalam dunia moderen, sehinnga berpengaruh pada usia-usia di bawah umur adanya hubungan seksual maka perlu adanya sosialisasi undang-undang hukum dan seksualisme pada usia di luar perkawinan.
4)      Di ketahui bahwa banyak usia putus sekolah atau pengangur sudah terpengaruhi oleh pornografi akan tetapi kurang memahami apa dampak pengaruhnya dan apa keuntunganya.
5)      Kenyatan membuktikan bahwa banyak anak usia di bahwa umur 17-18 tahun yang menikah dan kurang memperhatikan dalam pertagunggjawaban keluarga sepenuhnya maka akibat kematian bayi dalam kandungan setiap tahun atas survey statistic kesehatan Timor- Leste.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Asas-asas hukum pidana, Prof. Moeljatno, SH.Edisi Revisi, Penerbit: Rineka Cipta, Tahun, 2008.
2.      Codigo prosesu penal oleh; Justiça tahun 2009
3.      Codigo prosesu penal; Justiça tahun 2009
4.      Filsafat hukum (perkembangan dan dinamika masalah), Prof. Dr. H. R. Otje Salman S. SH, Penerbit, PT Rafika Adilama Tahun, 2010.
5.      Filsafat hukum bagian I oleh MR. Soetiksno catatan ke: 8 penerbit PT pradnya Paramita Jakarta tahun 1997.
6.      Kodigu penal Ministeri Justica tahun 2009
7.      Konstitusi RDTL, majelis konstitusi Timor-Leste tangal 22 Maret 2002.
8.      Kriminologi Murni, Prof. H. R. Abdulahsalam SIK. SH. MH. Jakarta 2007.
9.      Mengenal hukum, Edisi ke empat, Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo. SH, Penerbit, Liberty. Yogyakarta, 1999
10.  Metode penelitia dan Tesis, Husein Usmar Grafindo Jakarta 1998.
11.  Metode Penelitian dan Teori Praktek, Joko Subagio P.T Rineka Jakarta1991.
12.  Metodologi Penelitian dan Survey, S Efendi dan Masri Singaribuan Jakarta1989
13.  Pelajaran hukum pidana, bagian I: Drs. Adami Chazawi. SH.
14.  Pengantar Ilmu hukum, Prof. Dr. Mr. L.J. Van Apeldorn, Cetakan ke 29. Penerbit,   Pradnya, Paramita Jakarta, Tahun 2001.
15.  Teori dan hukum Konstitusi Prof. Dr. Dahlan Thaib. SH. MSI, Jasim Hamadi SH. M. Hum.
16.  Teori Kriminologi, Drs. Mohkemal Darmauan M, Si. 2001.
17.  Undang -Undang Dasar Negara Republik Demokrasi Timor- Leste Parlemen Nasional Timor -Leste.



LAMPIRAN-LAMPIRAN



                                                         




                              

                    




[1] Konstitusi RDTL Hal 6
[2] Lawrence W. Freidman; membentuk struktur
[3] Muzakkir; pembagian elemen

[4] Muzakkir; kedudukan istemewa dan hukum pidana

[5] UUD RDTL Pasal 31; Penerapan UU Hukum Pidana
Pasal 32; Batas-batas hukum
Pasal 34; Jaminan dalam proses persidangan

[6] KUHP Indonesia pasal 338; Kekerasan memaksa seseorang wanita bersetubuh di luar perkawinan

[7] Adler; sifat perbuatan penjahat
[8] George C. vold; kriminology ulah berbuatan manusia
[9] Shutherland; seperangkat pengetahuan

[10] E. H. Shutherland; kriminology seperangkat pengetahuan
[11] George C. vold; kriminology ulah perbuatan manusia
[12] Paul M. Moeliono; pengetahuan sebagai manusia

[13] Bonger; antropoli kriminal
[14] Sudarto; politik kriminal

[15] Muhammad afandi; kamus bahasa Indonesia

[16] Salaludin Rahmat; profesi kerja
[17] Rustan Effendi; professional seseorang

[18] UUD RDTL pasal 31; penerapan UUD
UUD RDTL pasal 34;jaminan dalam proses persidangan
Prof. Pompe Untrcht; hokum pidana dan aturan-aturan

[19] M. V. T. (Smidt I hal, 63); kejahatan delik.
[20] Kodigo proseso penal pasal 12 ayat 2b; Mengadili khasus
[21] UUd pasal 31 ayat 2; Penyerapan UUD

[22] Kodigo  penal pasal 171 dan 172; memaksa orang lain dengan ancaman

[23] Dicreto lei pasal 2 ayat 2b; Tujuan dan definisi UUD keamanan
Matadalan regulamentu PNTL No. 20; Disiplin dan tanggung jawab PNTL
[24] UUD RDTL pasal 1 ayat 1; dasar negara
[25] Prof. Simons; ancaman kelakuan pidana
[26] UUD RDTLpasal 1 ayat 1; dasar Negara
    UUD RDTLpasal 31 ayat 2; penerapan hokum pidana

[27] Prof. Simon; penjabaran dalam sistem hukum

[28] Van Hattum; pemberian kualifikasi dan alasaa-alasan rasional
[29] Kodiko proseso penal pasal 59 ayat 1; status terdakwa dan surat dakwaan
[30] Kodigo proseso penal 59 ayat 3; status terdakwa melalui lisan dan tertulis

[31] Joko P. Subagyo  penelitian adalah usaha  atau pekerjaan
[32] Peter Mahmud marzuki; penelitian hukum

[33] UUD RDTL pasal 147 ayat 1; membelah keabsahan demikrasi dan menjamin keamanan

[34] Kodigo penal RDTL pasal 147; meneruskan dasar hokum terbentuknya UUD nomor 13 tahun 2004; bersifat memaksa    suatu perintah larangan atau izin untuk berbuat.

Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Flag Counter
ARKIVU DOKUMENTUS:

Followers

 
Domin No Pasensia Sei Manan Buat Hotu
Domin Halo Husi Fuan 2 No Sentimentu 1 D8
Halo Buat Nebe Diak Sai Ema Nebe Diak Liu HANUMATA